Jumat, 08 Juni 2012

PERKEMBANGAN BERHITUNG pada ZAMAN PURBA sampai ZAMAN MODERN di SELURUH BELAHAN DUNIA

Pada zaman dahulu, berhitung terpisah dan merupakan bagian tersendiri dari matematika. Namun pada beberapa abad yang lampau batas antara berhitung dan bagian dari matematika lainnya menjadi kabur. Bahkan berhitung hanya dipandang sebagai cabang dari matematika. Sejarah berhitung tidak lepas dari sejarah kebudayaan manusia karena pada dasarnya manusialah yang mengembangkan serta menggunakan berhitung sebagai alat yang ampuh di dalam kehidupan mereka. Sekalipun berhitung hanya sebagai cabang dari matematika, berhitung telah menjelujuri seluruh tubuh matematika. Berhitung ada di Aljabar, Ilmu Ukur (Geometri), Statistika, dan bahkan pada delapan puluh cabang matematika. Orang Yunani kuno, yang sudah mengenal berhitung sejak zaman awal Tarikh Masehi menamakan berhitung dengan istilah arithmetike. Istilah tersebut diturunkan dari kata aritmos yang berarti “bilangan” dan techne yang berarti “Ilmu Pengetahuan”.
Sejarah berhitung adalah sejarah yang panjang merentang selama ribuan tahun lamanya. Berhitung terpencar di berbagai pusat kebudayaan kuno dengan pertumbuhan yang terpisah-pisah. Berhitung merupakan salah satu kebudayaan manusia kuno atau bahkan paling kuno. Struik beranggapan bahwa berhitung adalah sekuno Zaman Batu Tua atau Paleolitikum. Struik beranggapan bahwa pada zaman manusia kuno berhitung itu dipakai untuk menghitung benda-benda dan kemudian barulah manusia kuno itu menggunakan jari tangan mereka sebagai alat berhitung. Begitu pula dengan Childe beranggapan bahwa asal mula berhitung dapat dijejaki sampai kepada masyarakat manusia yang paling mula. Childe beranggapan bahwa manusia purbakala menghitung benda-benda nyata dan manusia purbakali mulai berhitung dengan jari tangan mereka. Karena itulah maka kita menemukan penyebaran yang luas dari sistem berhitung desimal atau berhitung dengan dasar sepuluh, dengan nama-nama terpisah untuk setiap bilangan dari satu sampai sepuluh.
Sejarah berhitung dan tahapannya menurut zaman dan pusat kebudayaannya adalah sebagai berikut
Tabel-1 : Sejarah berhitung berdasarkan zaman dan pusat kebudayaan
1.      Zaman purbakala - tahun 600 SM Mesopotamia dan Mesir Kuno
2.      Tahun 600 SM - tahun 450 Yunani Kuno
3.       Tahun 450 - tahun 1200 Hindu-Arab
4.       Tahun 1200 - tahun 1600 Eropa Lama
5.       Tahun 1600 - sekarang seluruh dunia
Kelima tahap diatas hanyalah menunjukkan secara garis besar pertumbuhan berhitung dari zaman kuno sampai sekarang. Disamping pusat-pusat pertumbuhan berhitung yang tercantum dalam penahapan tersebut, masih terdapat tempat lain yang ikut mengembangkan atau mematangkan berhitung pada masa lampau, antara lain Cina Kuno dan Amerika Lama.
Struik (1948) mengatakan bahwa berhitung sekuno Zaman Batu Tua atau Paleolitikum (ada pula yang menyebutkan Neolitikum). Pada Zaman Batu Tua berhitung sejalan dengan perkembangan kebudayaan manusia pada masa itu. Salah satu cirinya adalah sikap pasif mereka terhadap alam yang menyebabkan pengetahuan berhitung mereka berkembang sangat lambat. Menurut Struik, pada taraf permulaan masyarakat manusia itu, pengertian mereka akan berhitung masih kualitatif yaitu hanya bisa membedakan “satu, dua dan banyak.”
Sampai sekarang ini pun hal semacam itu masih saja terdapat pada banyak suku bangsa Hottentot di Afrika. Mereka hanya dapat menghitung sampai tiga, selebihnya mereka hanya dapat mengatakan “banyak.”
Peralihan dari Zaman Batu Tua ke Zaman Batu Muda atau Neolitikum, kira-kira 10.000 tahun yang lalu, ikut mengubah sikap manusia terhadap alam. Dari sikap pasif menjadi sikap aktif sehingga mereka memiliki lebih banyak peluang untuk mengembangkan kebudayaan yang juga mencakup sampai perkembangan berhitung. Mereka mulai mengembangkan pengetahuan berhitung berupa penjumlahan dan pengurangan kemudian ke perkalian dan pembagian. Mereka juga menemukan pengetahuan berhitung dalam banyak bentuk pengukuran dan penimbangan sehingga dapat dipergunakan untuk perencanaan dan persiapan. Pada zaman ini juga mengubah sifat mereka dari sifat a posteriori yaitu semata-mata berhitung setelah benda-benda itu ada beranjak ke sifat a priori yaitu berhitung sebelum benda-benda itu ada. Sifat a priori inilah yang bertahan sampai sekarang menjadi ciri utama dari matematika pada masa kini.
Namun Childe (1951) menegaskan bahwa asal mula berhitung dapat dijejaki sampai kepada masyarakat manusia yang paling mula. Kemajuan berhitung pada Zaman Batu Muda masih terbatas yaitu hanya bilangan-bilangan bulat saja. Sebenarnya mereka mempunyai peluang untuk menemukan bilangan pemecahan melalui pengukuran dan penimbangan namun peluang itu belum dapat mereka gunakan. Bilangan pecahan yang mungkin timbul pada pengukuran dan penimbangan, mereka imbangi dengan satuan ukuran dan satuan timbangan yang berbedaKemampuan membilang dan berhitung mulai lebih maju pada Zaman Batu Muda. Mereka sudah sampai pada bilangan-bilangan bulat yang sederhana. Sebenarnya mereka mempunyai cukup peluang untuk menemukan bilangan pecahan melalui pengukuran dan penimbangan, namun peluang tersebut belum dapat dimanfaatkan dengan baik. Kemampuan membilang dan berhitung berkembang terus.
Berhitung pada zaman kuno selalu terkait pada benda. Bilangan selalu dikaitkan pada benda atau umumnya pada obyek. Mereka belum dapat menetralkan bilangan menjadi angka yang abstrak atau amorf yakni angka-angka yang tidak lagi berkaitan dengan suatu objek. Angka mulai ditemukan setelah manusia mulai dapat berpikir secara abstrak.
Seperti halnya dengan bilangan itu terus bertambah besar maka sampai pada suatu taraf tertentu pemberian nama terpaksa mereka hentikan dan kemudian dinyatakan sebagai gabungan dari bilangan-bilangan dasar yang telah bernama.
Pada masa kini, dari 307 sistem bilangan bangsa Amerika primitive yang diselidiki oleh W.C. Eels, misalnya, terdapat 146 yang menggunakan sistem desimal atau sistem berhitung dengan dasar sepuluh. Disamping itu juga terdapat banyak sistem berhitung dengan dasar lain misalnya dari dua sampai empat puluh. Berikut kita temukan sistem berhitung lain.
Suku primitive di Kepulauan Andaman pada masa kini hanya dapat berhitung dengan bilangan dasar dua. Beberapa suku di Australia hanya dapat berhitung dengan bilangan dasar tiga dan suku bangsa Indian Mundurucu di Brasil sampai lima.
Struik mengungkapkan bahwa suku bangsa di Sungai Murray, Australia, kini berhitung dengan dasar bilangan sampai dua, sedangkan suku bangsa Kamilaroi sama halnya dengan Australia kini berhitung dengan dasar bilangan sampai tiga.
Danzig mencatat bahwa suku bangsa di New Hebrides haya dapat menghitung sampai lima dan suku bangsa di bagian barat Selat Torres hanya dapat menghitung sampai dua. Court mengungkapkan bahwa suku bangsa Indian Tamanacus di sungai Orinoco menyatakan bilangan lima sebagai seluruh tangan, sepuluh sebagian kedua tangan, lima belas sebagai seluruh kaki dan dua puluh sebagai satu Indian. Dasar berhitung sampai dua puluh dikenal sebagai dasar berhitung vigesimal. Von Hagen mengungkapkan bangsa Maya (sekarang menjadi wilayah Guatemala) dan bangsa Celt di Eropa kuno, beberapa ratus tahun yang lalu juga berhitung dengan dasar dua puluh atau vigesimal.
Di Benua Amerika bangsa Inca (kini menjadi wilayah Peru) tidak mengenal tulisan tetapi mereka telah mampu berhitung sampai bilangan yang cukup besar. Yang mereka catat pada Kuipu yaitu untaian tali yang bersimpul-simpul dan susunan simpul-simpul itulah yang mengajukan bilangan. Mereka juga telah mengenal bilangan nol sehingga mereka mampu menghitung sampai melebihi sepuluh ribu.
Di daerah Mesopotamia, sekitar 4.000 tahun yang lampau, terdapat Sumeria dan kemudian Babilonia. Sistem berhitung mereka menggunakan bilangan dasar enam puluh atau seksagesimal. Besar kemungkinan bilangan enam puluh itu berasal dari kelipatan dia belas sedangkan bilangan dua belas itu sendiri berasal dari jumlah bulan dalam setahun. Sisa-sisa berhitung secara seksagesimal masih saja kita temukan sekarang ini dalam besaran derajat sudut dan jam.
Dasar berhitung di Mesir Kuno menggunakan sistem desimal. Kecuali satuan menit dan detik, satuan berhitung yang masih belum berdasarkan bilangan desimal kini berangsur-angsur diubah ke dalam sistem desimal seperti halnya mata uang Inggris dan Australia, pengukuran dan penimbangan di Inggris dan Amerika Serikat. Namun sistem berhitung desimal bukanlah sistem satu-satunya yang praktis untuk dipergunakan. Teknologi telah memilih sistem berhitung sesungguhnya semua bilangan dapat dipergunakan sebagai dasar berhitung. Pemilihan bergantung kepada sifat masalah atau alat yang kita pergunakan.
Kebudayaan di Mesopotamia, dengan Sumaria dan Babilonia berlangsung antara sekitar 7.000 sampai sekitar 4.000 tahun yang lalu. Kebudayaan ini berkembang sesudah Zaman Batu Muda sehingga bilangan pun telah mereka nyatakan dalam tulisan dengan tulisan bilangan-bilangan di atas bilangan dasar melalui pengulangan dan penggabungan bilangan dasar itu. Hal inilah yang menghambat mereka untuk mengungkapkan bilangan-bilangan yang bernilai besar. Mereka lebih senang menggunakan perbandingan atau perumpamaan untuk mengungkapkan bilangan yang besar daripada harus dinyatakan dengan bilangan.
Perbandingan misalnya dengan kata-kata sebanyak pasir di pantai, setinggi gunung, sepanjang kaki atau seberat buah kelapa tidak hanya semata-mata berlaku sebagai perumpamaan. Dengan mudah perbandingan itu dapat dikembangkan dan dipergunakan sebagai satuan pengukuran dan penimbangan. Melalui gabungan antara pengukuran dan penimbangan dengan bilangan-bilangan manusia kuno memperluas pengertian satuan ciptaan ini pun kemudian dapat saja berkembang ke arah satuan-satuan yang lebih rumit dalam ilmu ukur.
Berhitung merupakan salah satu kebudayaan manusia kuno atau bahkan paling kuno. Suku bangsa sungai Murray pada waktu itu sudah dapat membilang dengan dasar dua, suku dari kepulauan Andaman, dapat membilang dengan bilangan dasar tiga, suku bangsa di New Hebrides sudah dapat membilang dengan bilangan dasar lima dan suku bangsa di bagian Barat Selat Torres juga sudah dapat membilang dengan bilangan dasar dua. Suku bangsa Indian Tamanacus di sungai Orinoco menyatakan bilangan lima sebagai jari-jari tangan, sepuluh sebagai kedua tangan, lima belas sebagai seluruh jari-jari kaki, dan dua puluh sebagai satu Indian. Sampai sekarang, dasar membilang dengan dua puluh juga masih di temukan dalam masyarakat kita berupa satuan kodi. Berikut ini adalah sistem membilang beberapa suku bangsa sebelum mereka menggunakan jari-jari tangan.
Tabel-2 :  Berhitung dalam beberapa bahasa
dari bangsa Suku Kuno dan Negara
Bilangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pigmy Afrika a oa ua oa-oa oa-oa-a oa-oa-oa - - - -
Sungai Murray enea percheval petcheval- enea petchevalpetcheval - - -
Kamilaroi mal bulan guliba bulan-bulan bulan-guliba guliba-guliba - - - -
Selat Torres (barat) urapun okosa okosa-urapun okosa-okosa okosa-okosa-urapun okosa-okosa-okosa - - - -
New Hebrides tai lua tolu vari luna (tangan) otai (tangan lain) olua (dua lain) otolu(tiga lain) ovair (empat lain) lua luna (dua tangan)
Sansekerta eka dwa   tri  catur   panca  sas  sapta  asta   nawa  dasa  cata sehastre
Yunani Kuno en duo tri tetra pente hex hepta octo ennea deca ecaton xilia myriads
Latin unus duo tres quatuor quinque sex septem octo novem decem centum mille
            Di Negara lain
Peran-cis un deux trios quatre cinq six sept huit neuf dix cent mille
Jerman eins zwei drei vier fűní sechs sieben acht neun zehn hundert tausend
Rusia odyn dva tri chetyre piat shest sem vosem deviat desiat sto tysiaca
Jepang ci Ni San Si (yon) Go Roku Sici Haci Ku Zyu Syaku Sen man
Perkembangan semacam ini menghasilkan kemampuan berhitung yang cukup tinggi pada bangsa Sumeria, Babillonia, Mesir Kuno dan bangsa-bangsa Kuno lainnya. Penemuan batu tertulis dan papyrus mengungkapkan sebagian sejarah berhitung merekalah yang banyak dibahas dan diuraikan dibandingkan berhitung zaman kuno ditimur yang ditulis pada bahan yang sudah musnah.
Perkembangan zaman berhitung tidak sampai hanya dapat berhitung 1 sampai 10. Dengan teknologi yang canggih berhitung di ciptakan mesin yang dapat digunakan alat berhitung yang praktik dan mengurangi adanya salah dalam perhitungan. Alat hitung pertama kali “ALAT HITUNG TRADISIONAL dan KALKULATOR MEKANIKAbacus,” yang muncul sekitar 5000 tahun yang lalu di Asia kecil dan masih digunakan di beberapa tempat hingga saat ini dapat dianggap sebagai awal mula mesin komputasi. Alat ini memungkinkan penggunanya untuk melakukan perhitungan menggunakan biji-bijian geser yang diatur pada sebuah rak. Para pedagang di masa itu menggunakan abacus untuk menghitung transaksi perdagangan. Seiring dengan munculnya pensil dan kertas, terutama di Eropa, abacus kehilangan popularitasnya
Setelah hampir 12 abad, muncul penemuan lain dalam hal mesin komputasi.
Pada tahun 1642, Blaise Pascal (1623-1662), yang pada waktu itu berumur 18 tahun, menemukan apa yang ia sebut sebagai kalkulator roda numerik (numerical wheel calculator) untuk membantu ayahnya melakukan perhitungan pajak. Kotak persegi kuningan ini yang dinamakan Pascaline, menggunakan delapan roda putar bergerigi untuk menjumlahkan bilangan hingga delapan digit. Alat ini merupakan alat penghitung bilangan berbasis sepuluh. Kelemahan alat ini adalah hanya terbatas untuk melakukan penjumlahan
Tahun 1694, seorang matematikawan dan filsuf Jerman, Gottfred Wilhem von Leibniz (1646-1716) memperbaiki Pascaline dengan membuat mesin yang dapat mengalikan. Sama seperti pendahulunya, alat mekanik ini bekerja dengan menggunakan roda-roda gerigi. Dengan mempelajari catatan dan gambar-gambar yang dibuat oleh Pascal, Leibniz dapat menyempurnakan alatnya
Barulah pada tahun 1820, kalkulator mekanik mulai populer. Charles Xavier Thomas de Colmar menemukan mesin yang dapat melakukan empat fungsi aritmatik dasar. Kalkulator mekanik Colmar, arithometer, mempresentasikan pendekatan yang lebih praktis dalam kalkulasi karena alat tersebut dapat melakukan penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Dengan kemampuannya, arithometer banyak dipergunakan hingga masa Perang Dunia I. Bersama-sama dengan Pascal dan Leibniz, Colmar membantu membangun era komputasi mekanikal.
Awal mula komputer yang sebenarnya dibentuk oleh seorang profesor matematika Inggris, Charles Babbage (1791-1871). Tahun 1812, Babbage memperhatikan kesesuaian alam antara mesin mekanik dan matematika yaitu mesin mekanik sangat baik dalam mengerjakan tugas yang sama berulangkali tanpa kesalahan; sedang matematika membutuhkan repetisi sederhana dari suatu langkah-langkah tertenu.
Masalah tersebut kemudain berkembang hingga menempatkan mesin mekanik sebagai alat untuk menjawab kebutuhan mekanik.
Usaha Babbage yang pertama untuk menjawab masalah ini muncul pada tahun 1822 ketika ia mengusulkan suatu mesin untuk melakukan perhitungan persamaan differensial. Mesin tersebut dinamakan Mesin Differensial. Dengan menggunakan tenaga uap, mesin tersebut dapat menyimpan program dan dapat melakukan kalkulasi serta mencetak hasilnya secara otomatis.
Setelah bekerja dengan Mesin Differensial selama sepuluh tahun, Babbage tiba-tiba terinspirasi untuk memulai membuat komputer general-purpose yang pertama, yang disebut Analytical Engine. Asisten Babbage, Augusta Ada King (1815-1842) memiliki peran penting dalam pembuatan mesin ini. Ia membantu merevisi rencana, mencari pendanaan dari pemerintah Inggris, dan mengkomunikasikan spesifikasi Analytical Engine kepada publik. Selain itu, pemahaman Augusta yang baik tentang mesin ini memungkinkannya membuat instruksi untuk dimasukkan ke dalam mesin dan juga membuatnya menjadi programmer wanita yang pertama. Pada tahun 1980, Departemen Pertahanan Amerika Serikat menamakan sebuah bahasa pemrograman dengan nama ADA sebagai penghormatan kepadanya
Pada 1889, Herman Hollerith (1860-1929) juga menerapkan prinsip kartu perforasi untuk melakukan penghitungan. Tugas pertamanya adalah menemukan cara yang lebih cepat untuk melakukan perhitungan bagi Biro Sensus Amerika Serikat. Sensus sebelumnya yang dilakukan di tahun 1880 membutuhkan waktu tujuh tahun untuk menyelesaikan perhitungan. Dengan berkembangnya populasi, Biro tersebut memperkirakan bahwa dibutuhkan waktu sepuluh tahun untuk menyelesaikan perhitungan sensus.
Hollerith menggunakan kartu perforasi untuk memasukkan data sensus yang kemudian diolah oleh alat tersebut secara mekanik. Sebuah kartu dapat menyimpan hingga 80 variabel. Dengan menggunakan alat tersebut, hasil sensus dapat diselesaikan dalam waktu enam minggu. Selain memiliki keuntungan dalam bidang kecepatan, kartu tersebut berfungsi sebagai media penyimpan data. Tingkat kesalahan perhitungan juga dapat ditekan secara drastis. Hollerith kemudian mengembangkan alat tersebut dan menjualnya ke masyarakat luas. Ia mendirikan Tabulating Machine Company pada tahun 1896 yang kemudian menjadi International Business Machine (1924) setelah mengalami beberapa kali merger. Perusahaan lain seperti Remington Rand and Burroghs juga memproduksi alat pembaca kartu perforasi untuk usaha bisnis.
Kartu perforasi digunakan oleh kalangan bisnis dn pemerintahan untuk permrosesan data hingga tahun 1960.
Pada masa berikutnya, beberapa insinyur membuat penemuan baru lainnya.
Vannevar Bush (18901974) membuat sebuah kalkulator untuk menyelesaikan persamaan differensial di tahun 1931. Mesin tersebut dapat menyelesaikan persamaan differensial kompleks yang selama ini dianggap rumit oleh kalangan akademisi. Mesin tersebut sangat besar dan berat karena ratusan gerigi dan poros yang dibutuhkan untuk melakukan perhitungan.
Pada tahun 1903, John V. Atanasoff dan Clifford Berry mencoba membuat komputer elektrik yang menerapkan aljabar Boolean pada sirkuit elektrik. Pendekatan ini didasarkan pada hasil kerja George Boole (1815-1864) berupa sistem biner aljabar, yang menyatakan bahwa setiap persamaan matematik dapat dinyatakan sebagai benar atau salah. Dengan mengaplikasikan kondisi benar-salah ke dalam sirkuit listrik dalam bentuk terhubung-terputus, Atanasoff dan Berry membuat komputer elektrik pertama di tahun 1940.
Daftar pustaka
http://mathceducation.blogspot.com/search?updated-min=2010-01-01T00:00:00 08:00&updated-max=2011-01-01T00:00:00-08:00&max-results=1