Sabtu, 14 Juli 2012

Pengertian Sistem Informasi Berbasis Komputer dan contoh Sistem Pakar

Pengertian Sistem Informasi Berbasis Komputer
Sistem
Sistem merupakan entitas, baik abstrak maupun nyata, dimana terdiri dari beberapa komponen yang saling terkait satu sama lain. Objek yang tidak memiliki kaitan dengan unsur-unsur dari sebuah sistem bukanlah komponen dari sistem tersebut.
Informasi
Informasi merupakan hasil dari pengolahan data menjadi bentuk yang lebih berguna bagi yang menerimanya yang menggambarkan suatu kejadian-kejadian nyata dan dapat digunakan sebagai alat bantu untuk pengambilan suatu keputusan.
Sistem Informasi
Sistem Informasi merupakan sistem pembangkit informasi. Dengan integrasi yang dimiliki antar subsistemnya,sistem informasi akan mampu menyediakan informasi yang berkualitas, tepat, cepat dan akurat sesuai dengan manajemen yang membutuhkannya.
Berbasis Komputer
Sistem Informasi “berbasis komputer” mengandung arti bahwa komputer memainkan peranan penting dalam sebuah sistem informasi. Secara teori, penerapan sebuah Sistem Informasi memang tidak harus menggunakan komputer dalam kegiatannya. Tetapi pada prakteknya tidak mungkin sistem informasi yang sangat kompleks itu dapat berjalan dengan baik jika tanpa adanya komputer. Sistem Informasi yang akurat dan efektif, dalam kenyataannya selalu berhubungan dengan istilah “computer-based” atau pengolahan informasi yang berbasis pada komputer.
Jadi Computer Based Information System (CBIS) atau Sistem Informasi Berbasis Komputer merupakan suatu sistem pengolah data menjadi sebuah informasi yang berkualitas dan dipergunakan untuk suatu alat bantu pengambilan keputusan. Dengan integrasi yang dimiliki antar subsistemnya, sistem informasi akan mampu menyediakan informasi yang berkualitas, tepat, cepat dan akurat sesuai dengan manajemen yang membutuhkannya. Secara teori, penerapan sebuah Sistem Informasi memang tidak harus menggunakan komputer dalam kegiatannya. Tetapi pada prakteknya tidak mungkin sistem informasi yang sangat kompleks itu dapat berjalan dengan baik jika tanpa adanya komputer. Sistem Informasi yang akurat dan efektif, dalam kenyataannya selalu berhubungan dengan istilah “computer-based” atau pengolahan informasi yang berbasis pada komputer.
Sub Sistem dari Sistem Informasi Berbasis Komputer
Sub sistem dari CBIS adalah :
1. Sistem Informasi Akuntansi
2. Sistem Informasi Manajemen
3. Sistem Pendukung Keputusan
4. Automasi Kantor (Virtual Office)
5. Sistem Pakar
Dari 5 Sub Sistem dari Sistem Informasi Berbasis Komputer ini salah satunya adalah Sistem Pakar (Expert System). Sistem pakar adalah suatu sistem komputer yang dirancang agar dapat melakukan penalaran seperti layaknya seorang pakar pada suatu bidang keahlian tertentu (Shelly, 1990).
Sistem Pakar adalah program komputer yang beroperasi menyerupai pengetahuan seorang pakar dalam bentuk Heuristic. Konsep Sistem Pakar ini didasarkan pada asumsi bahwa pengetahuan seorang pakar dapat diambil atau disimpan dalam komputer dan kemudian digunakan oleh orang lain saat dibutuhkan.( Setiawan, 1993)
Sistem pakar (Expert System) adalah sebuah sistem informasi yang memiliki intelegensia buatan (Artificial Intelegent) yang menyerupai intelegensia manusia. Sistem pakar mirip dengan DSS yaitu bertujuan menyediakan dukungan pemecahan masalah tingkat tinggi untuk pemakai. Perbedaan ES dan DSS adalah kemampuan ES untuk menjelaskan alur penalarannya dalam mencapai suatu pemecahan tertentu. Sangat sering terjadi penjelasan cara pemecahan masalah ternyata lebih berharga dari pemecahannya itu sendiri.( Margianti,1995)
A.    Ciri-ciri sistem pakar
Ciri-ciri sistem pakar adalah sebagai berikut:
1. Terbatas pada domain keahlian tertentu.
2. Dapat memberikan penalaran untuk data data yang tidak pasti.
3. Dapat mengemukan rangkaian alasan-alasan yang diberikannya dengan cara yang dapat dipahami.
4. Berdasarkan pada kaidah/rRule tertentu.
5. Dirancang untuk dapat dikembangkan secara bertahap.
6. Keluaranya bersifat anjuran.
 B.     Komponen sistem pakar
Komponen sistem pakar terbagi menjadi empat bagian, yaitu:
  1. Knowledge Base (Basis Pengetahuan)
    Knowledge Base, adalah bagian yang memuat fakta-fakta yang menjelaskan area masalah, dan juga teknik menerangkan masalah yang menjelaskan bagaimana fakta-fakta tersebut cocok satu dengan yang lain dalam urutan yang logis. Istilah problem domain digunakan untuk menjelaskan area masalah. Knowledge Base merupakan inti dari program sistem pakar karena basis pengetahuan itu merupakan presentasi pengetahuan atau knowledge representation basis pengetahuan adalah sebuah basis data yang menyimpan aturan-aturan tentang suatu domain knowledge/pengetahuan tertentu. Basis pengetahuan ini terdiri dari kumpulan objek beserta aturan dan atributnya (sifat atau cirinya). Contoh : If hewan merupakan sayap dan bertelur then hewan jenis burung.
     
  2. Working Memory (Basis Data atau Memori Kerja)
    Working memory adalah bagian yang mengandung semua fakta-fakta baik fakta awal pada saat sistem beroperasi maupun fakta-fakta pada saat pengambilan klesimpulan sedang dilaksanakan selama sistem pakar beroperasi basis data berada di adalam memori kerja.
     
  3. Inference Engine (Mesin Inferensia)
    Inference Engine adalah bagian yang menyediakan mekanisme fungsi berfikir dan pola-pola penalaran sistem yang digunakan oleh seorang pakar. . Interference Engine, adalah bagian dari sistem pakar yang melakukan penalaran dengan menggunakan isi knowledge base berdasarkan urutan tertentu. Selama konsultasi, interference engine menguji aturan-aturan satu persatu dan ketika kondisi benar naka satu tindakan diambil.

    - Mekanisme ini akan menganalisa masalah tertentu dan selanjutnya akan mencari jawaban atau kesimpulan yang terbaik.

    - Mesin ini akan dimulai pelacakannya dengan mencocokan kaidah-kaidah dalam basis
    pengetahuan dengan fakta-fakta yang ada dalam basis data.
    Dua teknik Inference, yaitu:

    a. Backward Chaining (Pelacakan kebelakang)

    Melalui penalaranya dari sekumpulan hipotesis menuju fakta-fakta yang mendukung tersebut,jadi proses pelacakan berjalan mundur dimulai dengan menentukan kesimpulan yang akan dicari baru kemudian fakta-fakta pembangun kesimpulan atau a Goal Driven.

    b.Forward Chaining (Pelacakan ke depan)

    Forward Chaining
    merupakan kebalikan dari Backward Chaining yaitu mulai dari kumpulan data menuju kesimpulan. Suatu kasus kesimpulannya dibangun berdasarkan fakta-fakta yang telah diketahui atau data driven. 
  4. User Interface (Antarmuka Pemakai)
    User Interface, adalah bagian yang memungkinkan manajer mamasukan instruksi dan informasi kedalam dan menerima informasi dari sistem pakar.
1. Input terdapat empat metode yaitu
• Menu
• Commands
• Natural Languange
• Customized Interfaces
2. Output Sistem Pakar , antara lain:
• Penjelasan dari pertanyaan
• Penjelasan dari penyelesaian masalah
Antarmuka pemakai adalah bagian penghubung antara program sistem pakar dengan pemakai. Pada bagian memungkinkan pengguna untuk memasukkan instruksi dan informasi ke dalam system pakar serta menerima penjelasan dan kesimpulan
5. Development Engine, adalah alat yang digunakan untuk menciptakan sistem pakar, dalam hal ini dua alat yang biasa digunakan adalah bahasa pemrograman dan ES shell.
C.    Sistem Kerja Pakar
Menurut Staugard (1987) sistem kerja pakar terbagi dalam tiga modul yaitu:
  1. Modul Penerimaan Pengetahuan
    Untuk mendapatkan pengetahuan sistem pakar dilakukan proses penerimaan pengetahuan. Proses ini dilakukakan melalui interaksi dengan pakar penerimaan pengetahuan dilakukan dengan bantuan Knowledge Engineer (KE), yaitu seorang spesialis sistem yang menterjemahkan pengetahuan yang dimiliki seorang pakar menjadi pengetahuan yang akan tersimpan dalam basis pengetahuan pada sebuah sistem pakar.
  1. Modul Konsultasi
    Sistem pakar pada modul konsultasi apabila sistem memberikan konsultasi berupa jawaban atas permasalahan yang diajukan oleh pemakai pada modul ini pemakai yang awam berinteraksi dengan sistem dengan memasukkan data dan jawaban-jawaban pertanyaan sistem. Data yang dimasukkan oleh pemakai ditempatkan dalam database sistem dan kemudian diakses oleh pembangkit inference untuk mendapatkan kesimpulan.
  1.  Modul Penjelasan
    Modul Penjelasan adalah menjelaskan proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh system.
D.    Karakteristik Sistem Pakar
• Memiliki kemampuan belajar atau memahami masalah dari pengalaman.
• Memberikan tanggapan yang cepat dan memuaskan terhadap situasi baru.
• Mampu menangani masalah yang kompleks (semi terstruktur).
• Memecahkan masalah dengan penalaran.
• Menggunakan pengetahuan untuk menyelasaikan masalah.
Bagian Sistem Pakar
E.     Contoh Sistem Pakar
Contoh Sistem Pakar
• XSEL, Sistem pakar yang bertindak sebagai asisten penjual di agen penjualan komputer DEC, yang membantu pelanggan memilih komputer yang sesuai dengan kebutuhannya.
• MYCIN, Sistem pakar yang dikembangkan di Stanford University tahun 19870-an dengan tujuan membantu petugas medis dalam mendiagnosa penyakit yang disebabkan bakteri.
• PROSPECTOR, Sistem yang diciptakan Richard Duda, Peter Hard, dan Rene Reboh tahun 1978 yang menyediakan kemampuan seorang ahli geologi.
 sumber :
http://asep-saepudin.blogspot.com/2007/10/cbis-sistem-informasi-berbasis-komputer.html
http://dataku.50webs.com/download/Sistem_Pakar.pdf

Pengertian Sistem Informasi Berbasis Komputer dan contoh Sistem Pakar


Pengertian Sistem Informasi Berbasis Komputer
Sistem
Sistem merupakan entitas, baik abstrak maupun nyata, dimana terdiri dari beberapa komponen yang saling terkait satu sama lain. Objek yang tidak memiliki kaitan dengan unsur-unsur dari sebuah sistem bukanlah komponen dari sistem tersebut.
Informasi
Informasi merupakan hasil dari pengolahan data menjadi bentuk yang lebih berguna bagi yang menerimanya yang menggambarkan suatu kejadian-kejadian nyata dan dapat digunakan sebagai alat bantu untuk pengambilan suatu keputusan.
Sistem Informasi
Sistem Informasi merupakan sistem pembangkit informasi. Dengan integrasi yang dimiliki antar subsistemnya,sistem informasi akan mampu menyediakan informasi yang berkualitas, tepat, cepat dan akurat sesuai dengan manajemen yang membutuhkannya.
Berbasis Komputer
Sistem Informasi “berbasis komputer” mengandung arti bahwa komputer memainkan peranan penting dalam sebuah sistem informasi. Secara teori, penerapan sebuah Sistem Informasi memang tidak harus menggunakan komputer dalam kegiatannya. Tetapi pada prakteknya tidak mungkin sistem informasi yang sangat kompleks itu dapat berjalan dengan baik jika tanpa adanya komputer. Sistem Informasi yang akurat dan efektif, dalam kenyataannya selalu berhubungan dengan istilah “computer-based” atau pengolahan informasi yang berbasis pada komputer.
Jadi Computer Based Information System (CBIS) atau Sistem Informasi Berbasis Komputer merupakan suatu sistem pengolah data menjadi sebuah informasi yang berkualitas dan dipergunakan untuk suatu alat bantu pengambilan keputusan. Dengan integrasi yang dimiliki antar subsistemnya, sistem informasi akan mampu menyediakan informasi yang berkualitas, tepat, cepat dan akurat sesuai dengan manajemen yang membutuhkannya. Secara teori, penerapan sebuah Sistem Informasi memang tidak harus menggunakan komputer dalam kegiatannya. Tetapi pada prakteknya tidak mungkin sistem informasi yang sangat kompleks itu dapat berjalan dengan baik jika tanpa adanya komputer. Sistem Informasi yang akurat dan efektif, dalam kenyataannya selalu berhubungan dengan istilah “computer-based” atau pengolahan informasi yang berbasis pada komputer.
Sub Sistem dari Sistem Informasi Berbasis Komputer
Sub sistem dari CBIS adalah :
1. Sistem Informasi Akuntansi
2. Sistem Informasi Manajemen
3. Sistem Pendukung Keputusan
4. Automasi Kantor (Virtual Office)
5. Sistem Pakar
Dari 5 Sub Sistem dari Sistem Informasi Berbasis Komputer ini salah satunya adalah Sistem Pakar (Expert System). Sistem pakar adalah suatu sistem komputer yang dirancang agar dapat melakukan penalaran seperti layaknya seorang pakar pada suatu bidang keahlian tertentu (Shelly, 1990).
Sistem Pakar adalah program komputer yang beroperasi menyerupai pengetahuan seorang pakar dalam bentuk Heuristic. Konsep Sistem Pakar ini didasarkan pada asumsi bahwa pengetahuan seorang pakar dapat diambil atau disimpan dalam komputer dan kemudian digunakan oleh orang lain saat dibutuhkan.( Setiawan, 1993)
Sistem pakar (Expert System) adalah sebuah sistem informasi yang memiliki intelegensia buatan (Artificial Intelegent) yang menyerupai intelegensia manusia. Sistem pakar mirip dengan DSS yaitu bertujuan menyediakan dukungan pemecahan masalah tingkat tinggi untuk pemakai. Perbedaan ES dan DSS adalah kemampuan ES untuk menjelaskan alur penalarannya dalam mencapai suatu pemecahan tertentu. Sangat sering terjadi penjelasan cara pemecahan masalah ternyata lebih berharga dari pemecahannya itu sendiri.( Margianti,1995)
A.    Ciri-ciri sistem pakar
Ciri-ciri sistem pakar adalah sebagai berikut:
1. Terbatas pada domain keahlian tertentu.
2. Dapat memberikan penalaran untuk data data yang tidak pasti.
3. Dapat mengemukan rangkaian alasan-alasan yang diberikannya dengan cara yang dapat dipahami.
4. Berdasarkan pada kaidah/rRule tertentu.
5. Dirancang untuk dapat dikembangkan secara bertahap.
6. Keluaranya bersifat anjuran.

B.     Komponen sistem pakar
Komponen sistem pakar terbagi menjadi empat bagian, yaitu:
  1. Knowledge Base (Basis Pengetahuan)
Knowledge Base, adalah bagian yang memuat fakta-fakta yang menjelaskan area masalah, dan juga teknik menerangkan masalah yang menjelaskan bagaimana fakta-fakta tersebut cocok satu dengan yang lain dalam urutan yang logis. Istilah problem domain digunakan untuk menjelaskan area masalah. Knowledge Base merupakan inti dari program sistem pakar karena basis pengetahuan itu merupakan presentasi pengetahuan atau knowledge representation basis pengetahuan adalah sebuah basis data yang menyimpan aturan-aturan tentang suatu domain knowledge/pengetahuan tertentu. Basis pengetahuan ini terdiri dari kumpulan objek beserta aturan dan atributnya (sifat atau cirinya). Contoh : If hewan merupakan sayap dan bertelur then hewan jenis burung.
2. Working Memory (Basis Data atau Memori Kerja)
Working memory adalah bagian yang mengandung semua fakta-fakta baik fakta awal pada saat sistem beroperasi maupun fakta-fakta pada saat pengambilan klesimpulan sedang dilaksanakan selama sistem pakar beroperasi basis data berada di adalam memori kerja.
3. Inference Engine (Mesin Inferensia)
Inference Engine adalah bagian yang menyediakan mekanisme fungsi berfikir dan pola-pola penalaran sistem yang digunakan oleh seorang pakar. . Interference Engine, adalah bagian dari sistem pakar yang melakukan penalaran dengan menggunakan isi knowledge base berdasarkan urutan tertentu. Selama konsultasi, interference engine menguji aturan-aturan satu persatu dan ketika kondisi benar naka satu tindakan diambil.
- Mekanisme ini akan menganalisa masalah tertentu dan selanjutnya akan mencari jawaban atau kesimpulan yang terbaik.
- Mesin ini akan dimulai pelacakannya dengan mencocokan kaidah-kaidah dalam basis
pengetahuan dengan fakta-fakta yang ada dalam basis data.
Dua teknik Inference, yaitu:
a. Backward Chaining (Pelacakan kebelakang)
Melalui penalaranya dari sekumpulan hipotesis menuju fakta-fakta yang mendukung tersebut,jadi proses pelacakan berjalan mundur dimulai dengan menentukan kesimpulan yang akan dicari baru kemudian fakta-fakta pembangun kesimpulan atau a Goal Driven.
b.Forward Chaining (Pelacakan ke depan)

Rabu, 11 Juli 2012

Menurut Pandangan Psikologi terhadap Limbah Masyarakat



Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah mengandung bahan pencemar yang bersifat racun dan bahaya. Limbah ini dikenal dengan limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya). Bahan ini dirumuskan sebagai bahan dalam jumlah relatif sedikit tapi mempunyai potensi mencemarkan/merusakkan lingkungan kehidupan dan sumber daya. Terbagi menjadi dua  limbah yaitu : limbah padat dan limbah cair
Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah
Limbah cair biasanya dikenal sebagai entitas pencemar air. Komponen pencemaran air pada umumnya terdiri dari bahan buangan padat, bahan buangan organik dan bahan buangan anorganik

Macam Limbah Beracun

  • Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan.
  • Limbah mudah terbakar adalah limbah yang bila berdekatan dengan api, percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan bila telah menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.
  • Limbah reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.
  • Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit bila masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, kulit atau mulut.
  • Limbah penyebab infeksi adalah limbah laboratorium yang terinfeksi penyakit atau limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan tubuh manusia yang terkena infeksi.
  • Limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang menyebabkan iritasi pada kulit atau mengkorosikan baja, yaitu memiliki pH sama atau kurang dari 2,0 untuk limbah yang bersifat asam dan lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa.
Pengelolaan Limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah B3. Pengelolaan Limbah B3 ini bertujuan untuk mencegah, menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan, memulihkan kualitas lingkungan tercemar, dan meningkatan kemampuan dan fungsi kualitas lingkungan
Saya akan membahas perilaku menyampah dari perspektif psikoanalisis, kali ini dari sudut pandang behavioristik. Perilaku membuang sampah sembarangan dalam pandangan penganut perspektif behavioristik punya penjelasan yang berbeda lagi.
Latar Belakang Pendekatan psikologi lingkungan muncul sebagai protes terhadap pendekatanyang hanya memperhatikan faktor-faktor individual sebagai penyebab dari munculnya masalah-masalah sosial. Selama tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an, kontekstualisme makin diperhatikan di beberapa bidang penelitian psikologi. Para psikolog di semua bidang pemusatan utama psikologi melihat adanya kelemahan dari penelitian-penelitian yang tidak memperhatikan konteks, dan menyerukan perlunya penelitian perilaku yang lebih menggunakan pendekatan yang holistik danmemakai dasar ekologis (Stokols, 1987 dalam Stokols & Altman, 1987). Psikologi lingkungan adalah bidang psikologi yang menggabung-gabungkan dan menganali stransaksi serta tata hubungan dari pengalaman serta tindakan manusia denganaspek-aspek dari lingkungan sosio fisiknya yang terkait. Kebersihan lingkungan merupakan salah satu tolok ukur kualitas hidup masyarakat. Masyarakat yang telah mementingkan kebersihan lingkungan dipandang sebagai masyarakat yang kualitas hidupnya lebih tinggi dibandingkan masyarakat yang belum mementingkan kebersihan. Salah satu aspek yang dapat dijadikan indikator kebersihan lingkungan kota adalah sampah. Bersih atau kotornya suatu lingkungan tercipta melalui tindakan-tindakan manusia dalam mengelola dan menanggulangi sampah yang mereka hasilkan (Istiqomah Wibowo, 2009).
Perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab terhadap sampah dapatmenyebabkan munculnya masalah dan kerusakan lingkungan. Bila perilaku manusia semata-mata mengarah lebih pada kepentingan pribadinya, dan kurang atau tidak mempertimbangkan kepentingan umum/kepentingan bersama, maka dapat diprediksi bahwa daya dukung lingkungan alam semakin terkuras habis dan akibatnya kerugian dan kerusakan lingkungan tak dapat dihindarkan lagi. Oleh karena itu, sampah dan benda-benda buangan yang banyak terdapat di lingkungan   kehidupan kita perlu ditanggapi secara serius dan perlu dicari cara yang tepat untuk menanggulanginya.
Terkait dengan pendekatan Psikologi Lingkungan yang menganalisis perilaku manusia dengan aspek-aspek lingkungan sosiofisiknya, maka untuk keperluan di atas psikologi lingkungan merupakan pendekatan yang palingtepat dalam menjelaskan dan menganalisis gejala hubungan/keterkaitan antaramanusia dan masalah lingkungan yang ditimbulkannya (Istiqomah Wibowo, 2009).Salah satu fenomena yang sering ditemukan di masyarakat dalam tentangketerkaitan antara perilaku manusia dengan lingkungannya adalah kebiasaanmembuang sampah ke sungai, yang dilakukan terutama oleh penduduk miskin yangtinggal di sekitar sungai. Kebiasaan membuang sampah ke sungai merupakan salahsatu penyebab utama terjadinya polusi air sungai, yang kemudian menghasilkan dampak buruk lainnya seperti banjir serta masalah penyebaran berbagai jenis penyakit akibat konsumsi atau penggunaan air sungai untuk keperluan lainnya olehmasyarakat.

Menurut behaviorisme - dipelopori oleh John B. Watson, Ivan P. Pavlov, Burrhus F. Skinner, Edward L. Thorndike- perilaku manusia bukan dikendalikan oleh faktor dalam (alam bawah sadar), tetapi sepenuhnya dipengaruhi oleh faktor eksternal yakni lingkungan. Penganut behaviorisme memandang manusia sebagai homo mechanicus, manusia mesin.
Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional. Behaviorisme hanya ingin mengetahui sebagaimana perilaku individu dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan. Individu bersifat sangat plastis, bisa dibentuk menjadi apa dan siapa, atau berperilaku apa saja sesuai dengan lingkungan yang dialami atau yang dipersiapkan untuknya. Dengan kata lain, respon atau perilaku individu dalam situasi tertentu sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh stimulus atau apa yang diterimanya dari lingkungan. Salah satu prinsip perilaku menurut pendekatan behavioristik adalah perilaku organisme terbentuk melalui pembiasaaan atau kondisioning. Prinsip lainnya, perilaku yang mendapat hadiah (reward) cenderung diulangi. Sebaliknya, perilaku yang mendatangkan hukuman (punishment) cenderung dihindari.
Dalam perspektif behaviorisme, respon atau perilaku menyampah yang dilakukan baik oleh pria maupun perempuan dalam kasus di atas –termasuk perilaku menyampah yang sering terjadi di sekitar kita- merupakan perilaku hasil pembiasaan yang dibentuk oleh lingkungan. Kemungkinan besar, pengalaman menyampah pria dan perempuan tersebut selama ini di bandara atau di jalan atau bahkan juga di tempat-tempat umum lainnya, tidak mendapatkan hukuman (misalnya dimarahi petugas atau kena denda). Yang mereka dapatkan ketika menyampah justru konsuekuensi yang menyenangkan yakni terbebas dari sampah puntung rokok dan tissue yang dirasakan mengganggu. Tentu saja, perilaku mereka akan sangat lain jika ketika menyampah, mereka segera mendapatkan konsekuensi yang tidak menyenangkan seperti dimarahi petugas atau kena denda. Oleh karena itu, sangat wajarlah jika perilaku menyampah di bandara, di jalan atau di tempat umum jarang ditemui di lingkungan ataupun di negara yang menindak tegas siapa saja yang menyampah.
Dari perspektif psikologi behavioristik, pembentukan kebiasaan membuang sampah pada tempatnya, dapat dilakukan dengan ’latihan yang berulang-ulang’. Yang perlu digarisbawahi adalah bagaimana latihan yang 2 berulang kali itu membutuhkan sarana bantu dari luar. Pada awalnya, dibutuhkan alat bantu berupa sanksi pidana berupa denda sejumlah, petugas berwibawa yang akan konsekuen dan konsisten menerapkan sanksi kepada siapa yang melanggar, ditambah dengan adanya kepastian akan terdeteksinya individu yang melakukan pelanggaran. Sanksi ini tentu saja perlu disertai dengan kondisi lingkungan yang mempermudah individu untuk membuang sampah pada tempatnya, misalnya dengan penambahan tempat sampah yang jumlahnya lebih banyak dan lebih terjangkau ketika orang-orang membutuhkannya. Selain itu, tetap diperlukan tulisan-tulisan yang dapat mengingatkan individu untuk membuang sampah pada tempatnya.
Agar lebih efektif dan efisien, pada awalnya, jumlah maupun luas ruang publik di wilayah Kota Surabaya yang termasuk ’kawasan bebas sampah’ dibatasi. Di wilayah terbatas ini, ’sarana bantu dari luar’ sebagaimana yang disebutkan di atas yang bertujuan membentuk perilaku tidak menyampah, diberlakukan dengan tegas. Ketika perilaku yang diharapkan sudah terjadi pada kawasan bebas sampah terbatas tadi telah terbentuk, maka secara progresif kawasan bebas sampah semakin diperluas, hingga pada akhirnya seluruh wilayah di Kota Surabaya menjadi kawasan bebas sampah.
Cara mengurangi perilaku menyampah di atas dilakukan melalui pemberian punishment. Untuk tujuan yang sama, dapat dilakukan dengan pemberian reward. Pinsipnya sama, yakni dilakukan secara bertahap, mulai dari level yang (paling) kecil hingga ke level paling luas/besar. Sebagai contoh, sebelum Kota Surabaya mengikuti lomba Adipura, Pemerintah Kota Surabaya terlebih dahulu dapat melakukan lomba kawasan bebas sampah di tingkat RT, lalu meningkat ketingkat RW, kelurahan, dan kecamatan. Dengan demikian, semua wilayah di Kota Surabaya akan terbebas dari sampah. Mungkin ini menjadi salah satu alasan mengapa lomba Adipura kurang efektif membentuk perilaku bersih di wilayah Kota Surabaya dan wilayah lainnya, karena menggunakan pendekatan dari atas (makro) ke bawah (mikro). Tujuan yang hendak dicapai terlalu luas sehingga kurang fokus.
Sebenarnya, yang paling sulit sebenarnya adalah membentuk perilaku masing-masing individu. Pembentukan perilaku pada level yang paling kecil justru akan bersentuhan langsung dengan individu. Yang diharapkan nantinya adalah bahwa perilaku membuang sampah pada tempatnya sungguh sudah menjadi suatu disposisi setiap orang sehingga tidak lagi diperlukan struktur atau alat bantu dari luar diri individu. Dengan menggunakan mekanisme pembiasaan, pembentukan perilaku membuang sampah pada tempatnya perlu dilakukan sejak dini melalui lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.


Perspektif Kognitif
Psikologi kognitif yang mendapatkan dasarnya dari aliran filsafat rasionalisme memandang bahwa perilaku manusia tidak begitu saja dibentuk oleh lingkungan sebagaimana yang diyakini oleh para penganut teori behavioristik. Psikologi kognitif dengan tokohnya seperti Max Wertheimer, Kurt Koffka, Wolfgang Kohler, Kurt Levin, dan Jean Piaget menyatakan bahwa manusia tidak sekedar menerima stimulus dari lingkungan, namun ia berusaha memahami lingkungan yang dihadapi dan merespon dengan pikiran yang dimiliki. Dengan berpikir, manusia mampu mengolah informasi yang 3 diterimanya untuk mendapatkan pengertian yang lebih baik mengenai lingkungan dan dirinya sendiri yang selanjutnya akan menghasilkan perilaku tertentu.
Dalam otak organisme, khususnya manusia, sudah terdapat suatu struktur kognitif yang akan mengelola informasi yang diterima dari lingkungan. Pengetahuan dan persepsi organisme akan lingkungannya memiliki peranan yang amat besar dalam mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Dengan demikian, respon atau perilaku organisme terhadap lingkungan merupakan proses pengambilan keputusan. Maka tidaklah mengherankan jika penganut teori kognitif menyebut manusia disebut sebagai homo sapiens, yakni makhluk yang berpikir.
Dalam kaitannya dengan perilaku menyampah, perlu disadari bahwa pengetahuan dan pengalaman yang berbeda terkait dengan sampah, akan menghasilkan persepsi yang berbeda di antara individu-individu, yang selanjutnya akan menghasilkan sikap dan perilaku yang berbeda terhadap sampah. Untuk itu, dalam pendekatan kognitif, hal yang terpenting dalam mengubah sikap dan perilaku menyampah adalah mengubah persepsi individu tentang sampah. Dalam hal ini, persepsi yang positif terhadap perilaku membuang sampah akan melahirkan perilaku membuang sampah pada tempatnya. Proses mengubah persepsi, sikap dan perilaku individu terkait dengan sampah disebut dengan proses persuasi, yang dapat dilakukan melalui berbagai media seperti iklan, brosur, penyuluhan dan pendidikan lingkungan. Berkaitan dengan kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa pria dan perempuan tersebut tidak memiliki pengetahuan (knowledge) dan kesadaran akan dampak-dampak negatif (awareness of consequeces) yang memadai terkait dengan perilaku menyampah yang selanjutnya membentuk sikap dan perilaku negatif terkait dengan sampah. Untuk itu, proses persuasi perlu dilakukan terhadap individu-individu yang menyampah.

Perspektif Humanistik
Aliran Humanistik lahir sebagai reaksi terhadap aliran-aliran psikologi sebelumnya yakni psikoanalisis, behaviorisme, dan kognitif. Psikologi humanistik dengan tokohnya Carl Rogers dan Abraham Maslow cenderung menolak pendapat bahwa perilaku manusia dikendalikan oleh impuls bawah sadar (psikoanalisa), atau oleh stimuli eksternal (behaviorisme), atau oleh pengolahan informasi dalam persepsi dan memori (kognitif). Psikologi humanistik memandang manusia sebagai eksistensi yang positif dan menentukan. Manusia adalah makhluk yang unik, memiliki cinta, kreativitas, nilai dan makna serta pertumbuhan pribadi. Manusia memiliki potensi untuk mengarahkan perilakunya untuk mencapai tujuan setinggi mungkin. Oleh karena itu, teori humanistik menyebut manusia sebagai homo ludens, yakni manusia yang mengerti makna kehidupan.
Dalam pandangan Calr Rogers, perilaku manusia dikuasai oleh (yang disebutnya) the actualizing tendency, yaitu suatu kecenderungan yang ada dalam diri (inhern) manusia untuk mengembangkan kapasitasnya sedemikian rupa guna memelihara dan mengembangkan diri. Motivasi yang timbul akibat kecenderungan ini meningkatkan kemandirian dan mengembangkan kreativitas individu. Selanjutnya, menurut Abraham Maslow, perilaku manusia terkait dengan kebutuhan yang tersusun menurut suatu hirarki kebutuhan (hierarchy of 4 need), mulai dari yang paling rendah yaitu kebutuhan: fisiologis dasar, rasa aman dan tentram, dicintai dan disayangi, dihargai, hingga mengaktualisasikan diri.
Dalam kaitannya dengan sampah, sama seperti manusia lainnya di negara-negara maju seperti Jerman dan Singapura, manusia Indonesia juga menghasilkan sampah setiap hari. Bahkan rata-rata penduduk negara maju menghasilkan sampah lima lipat dari orang Indonesia. Tetapi, mengapa mereka tidak menyampah? Ditinjau dari teori kebutuhan Maslow, tingkat kebutuhan masyarakat negara maju sudah sampai pada tahap kebutuhan di atas kebutuhan primer seperti makan, minum dan hidup sehari-hari. Masyarakat negara maju seperti Jerman atau Singapura sudah mencapai tahap kebutuhan akan seni, keindahan, kebutuhan menghargai alam.
Tingkat kesejahteraan suatu masyarakat berkorelasi dengan sikap dan perilaku terhadap lingkungan, termasuk menyampah. Berbagai penelitian, misalnya yang dilakukan Kalantari dkk, (2007) menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara tingkat kesejahteraan suatu masyarakat dengan sikap dan perilaku ramah lingkungan (environmentally friendly attitude and behavior). Artinya, semakin tinggi tingkat kemakmuran suatu masyarakat, maka akan semakin positif sikap dan perilakunya terhadap lingkungan. Sebaliknya, semakin rendah tingkat kemakmuran suatu masyarakat, maka akan semakin negatif sikap dan perilakunya terhadap lingkungan. Untuk itu, adalah suatu tantangan yang sangat besar bagi kita semua, terutama bagi pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kesejateraan masyarakatnya. Peningkatan kesejahteraan dapat meningkatkan level pemenuhan kebutuhan individu yang akan berdampak positif terhadap sikap dan perilaku yang ramah lingkungan, termasuk perilaku tidak membuang sampah sembarangan.

Manusia Makhluk Menyampah
Manusia pada dasarnya adalah ’makhluk menyampah’. Tidak dapat dipungkiri, sampah adalah sesuatu yang melekat, tidak dapat dapat dilepaskan dari hidup manusia. Di mana ada manusia, di situ pasti ada sampah. Sampah merupakan konsekuensi hidup, karena setiap aktivitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Dengan kata lain, sampah sebenarnya bukan musuh manusia. Karena kalau manusia memusuhi sampah, ia sebenarnya memusuhi dirinya sendiri.
Dibandingkan dengan manusia, makhluk hidup lainnya yakni tumbuhan dan binatang dalam pemenuhan kebutuhan biologisnya tidak pernah mengambil dari alam lebih daripada yang bisa mereka gunakan. Sebaliknya, manusia dalam kapasitasnya mengerjakan lebih banyak hal di luar pemenuhan kebutuhan hidup organisnya, berpotensi mengambil lebih banyak daripada yang sesungguhnya mereka butuhkan, sambil sekaligus membuang sebagian besar dari yang mereka ambil itu dan menjadikannya sampah. Sampah kebanyakan lahir dari ketidakmampuan manusia mengatakan ‘cukup’ terhadap kebutuhannya. Dengan kata lain, sampah banyak yang tercipta dari gaya hidup (life style) manusia yang melampaui kebutuhannya. Semakin maju peradaban hidup manusia, semakin banyak bermunculan kebutuhan yang dirasakan (keinginan) sehingga semakin banyak sampah yang dihasilkannya. Namun, sampah yang diciptakan manusia akan menjadi masalah jika diikuti oleh 5 perilaku mengelola sampah secara sembarangan. Dengan kata lain, jika suatu masyarakat bermasalah dengan sampah, sebenarnya masyarakat tersebut yang bermasalah dengan dirinya, dengan perilaku sendiri dalam menciptakan dan mengelola sampah


Sumber