Pada zaman
dahulu, berhitung terpisah dan merupakan bagian tersendiri dari matematika.
Namun pada beberapa abad yang lampau batas antara berhitung dan bagian dari
matematika lainnya menjadi kabur. Bahkan berhitung hanya dipandang sebagai
cabang dari matematika. Sejarah berhitung tidak lepas dari sejarah kebudayaan
manusia karena pada dasarnya manusialah yang mengembangkan serta menggunakan
berhitung sebagai alat yang ampuh di dalam kehidupan mereka. Sekalipun
berhitung hanya sebagai cabang dari matematika, berhitung telah menjelujuri
seluruh tubuh matematika. Berhitung ada di Aljabar, Ilmu Ukur (Geometri),
Statistika, dan bahkan pada delapan puluh cabang matematika. Orang Yunani kuno,
yang sudah mengenal berhitung sejak zaman awal Tarikh Masehi menamakan berhitung
dengan istilah arithmetike. Istilah tersebut diturunkan dari kata aritmos yang
berarti “bilangan” dan techne yang berarti “Ilmu Pengetahuan”.
Sejarah
berhitung adalah sejarah yang panjang merentang selama ribuan tahun lamanya.
Berhitung terpencar di berbagai pusat kebudayaan kuno dengan pertumbuhan yang
terpisah-pisah. Berhitung merupakan salah satu kebudayaan manusia kuno atau
bahkan paling kuno. Struik beranggapan bahwa berhitung adalah sekuno Zaman Batu
Tua atau Paleolitikum. Struik beranggapan bahwa pada zaman manusia kuno
berhitung itu dipakai untuk menghitung benda-benda dan kemudian barulah manusia
kuno itu menggunakan jari tangan mereka sebagai alat berhitung. Begitu pula
dengan Childe beranggapan bahwa asal mula berhitung dapat dijejaki sampai
kepada masyarakat manusia yang paling mula. Childe beranggapan bahwa manusia
purbakala menghitung benda-benda nyata dan manusia purbakali mulai berhitung
dengan jari tangan mereka. Karena itulah maka kita menemukan penyebaran yang
luas dari sistem berhitung desimal atau berhitung dengan dasar sepuluh, dengan
nama-nama terpisah untuk setiap bilangan dari satu sampai sepuluh.
Sejarah
berhitung dan tahapannya menurut zaman dan pusat kebudayaannya adalah sebagai
berikut
Tabel-1 :
Sejarah berhitung berdasarkan zaman dan pusat kebudayaan
1. Zaman
purbakala - tahun 600 SM Mesopotamia dan Mesir Kuno
2. Tahun
600 SM - tahun 450 Yunani Kuno
3. Tahun 450 - tahun 1200 Hindu-Arab
4. Tahun 1200 - tahun 1600 Eropa Lama
5.
Tahun 1600 - sekarang seluruh dunia
Kelima tahap
diatas hanyalah menunjukkan secara garis besar pertumbuhan berhitung dari zaman
kuno sampai sekarang. Disamping pusat-pusat pertumbuhan berhitung yang
tercantum dalam penahapan tersebut, masih terdapat tempat lain yang ikut
mengembangkan atau mematangkan berhitung pada masa lampau, antara lain Cina
Kuno dan Amerika Lama.
Struik (1948)
mengatakan bahwa berhitung sekuno Zaman Batu Tua atau Paleolitikum (ada pula
yang menyebutkan Neolitikum). Pada Zaman Batu Tua berhitung sejalan dengan perkembangan
kebudayaan manusia pada masa itu. Salah satu cirinya adalah sikap pasif mereka
terhadap alam yang menyebabkan pengetahuan berhitung mereka berkembang sangat
lambat. Menurut Struik, pada taraf permulaan masyarakat manusia itu, pengertian
mereka akan berhitung masih kualitatif yaitu hanya bisa membedakan “satu, dua
dan banyak.”
Sampai
sekarang ini pun hal semacam itu masih saja terdapat pada banyak suku bangsa
Hottentot di Afrika. Mereka hanya dapat menghitung sampai tiga, selebihnya
mereka hanya dapat mengatakan “banyak.”
Peralihan
dari Zaman Batu Tua ke Zaman Batu Muda atau Neolitikum, kira-kira 10.000 tahun
yang lalu, ikut mengubah sikap manusia terhadap alam. Dari sikap pasif menjadi
sikap aktif sehingga mereka memiliki lebih banyak peluang untuk mengembangkan
kebudayaan yang juga mencakup sampai perkembangan berhitung. Mereka mulai
mengembangkan pengetahuan berhitung berupa penjumlahan dan pengurangan kemudian
ke perkalian dan pembagian. Mereka juga menemukan pengetahuan berhitung dalam
banyak bentuk pengukuran dan penimbangan sehingga dapat dipergunakan untuk
perencanaan dan persiapan. Pada zaman ini juga mengubah sifat mereka dari sifat
a posteriori yaitu semata-mata berhitung setelah benda-benda itu ada beranjak
ke sifat a priori yaitu berhitung sebelum benda-benda itu ada. Sifat a priori
inilah yang bertahan sampai sekarang menjadi ciri utama dari matematika pada
masa kini.
Namun Childe
(1951) menegaskan bahwa asal mula berhitung dapat dijejaki sampai kepada
masyarakat manusia yang paling mula. Kemajuan berhitung pada Zaman Batu Muda masih terbatas yaitu
hanya bilangan-bilangan bulat saja. Sebenarnya mereka mempunyai peluang untuk
menemukan bilangan pemecahan melalui pengukuran dan penimbangan namun peluang
itu belum dapat mereka gunakan. Bilangan pecahan yang mungkin timbul pada
pengukuran dan penimbangan, mereka imbangi dengan satuan ukuran dan satuan
timbangan yang berbedaKemampuan membilang dan
berhitung mulai lebih maju pada Zaman Batu Muda. Mereka sudah sampai pada
bilangan-bilangan bulat yang sederhana. Sebenarnya mereka mempunyai cukup
peluang untuk menemukan bilangan pecahan melalui pengukuran dan penimbangan,
namun peluang tersebut belum dapat dimanfaatkan dengan baik. Kemampuan
membilang dan berhitung berkembang terus.
Berhitung
pada zaman kuno selalu terkait pada benda. Bilangan selalu dikaitkan pada benda
atau umumnya pada obyek. Mereka belum dapat menetralkan bilangan menjadi angka
yang abstrak atau amorf yakni angka-angka yang tidak lagi berkaitan dengan
suatu objek. Angka mulai ditemukan setelah manusia mulai dapat berpikir secara
abstrak.
Seperti
halnya dengan bilangan itu terus bertambah besar maka sampai pada suatu taraf
tertentu pemberian nama terpaksa mereka hentikan dan kemudian dinyatakan
sebagai gabungan dari bilangan-bilangan dasar yang telah bernama.
Pada
masa kini, dari 307 sistem bilangan bangsa Amerika primitive yang diselidiki
oleh W.C. Eels, misalnya, terdapat 146 yang menggunakan sistem desimal atau
sistem berhitung dengan dasar sepuluh. Disamping itu juga terdapat banyak
sistem berhitung dengan dasar lain misalnya dari dua sampai empat puluh.
Berikut kita temukan sistem berhitung lain.
Suku
primitive di Kepulauan Andaman pada masa kini hanya dapat berhitung dengan
bilangan dasar dua. Beberapa suku di Australia hanya dapat berhitung dengan
bilangan dasar tiga dan suku bangsa Indian Mundurucu di Brasil sampai lima.
Struik
mengungkapkan bahwa suku bangsa di Sungai Murray, Australia, kini berhitung
dengan dasar bilangan sampai dua, sedangkan suku bangsa Kamilaroi sama halnya
dengan Australia kini berhitung dengan dasar bilangan sampai tiga.
Danzig
mencatat bahwa suku bangsa di New Hebrides haya dapat menghitung sampai lima
dan suku bangsa di bagian barat Selat Torres hanya dapat menghitung sampai dua.
Court mengungkapkan bahwa suku bangsa Indian Tamanacus di sungai Orinoco
menyatakan bilangan lima sebagai seluruh tangan, sepuluh sebagian kedua tangan,
lima belas sebagai seluruh kaki dan dua puluh sebagai satu Indian. Dasar
berhitung sampai dua puluh dikenal sebagai dasar berhitung vigesimal. Von Hagen
mengungkapkan bangsa Maya (sekarang menjadi wilayah Guatemala) dan bangsa Celt
di Eropa kuno, beberapa ratus tahun yang lalu juga berhitung dengan dasar dua
puluh atau vigesimal.
Di
Benua Amerika bangsa Inca (kini menjadi wilayah Peru) tidak mengenal tulisan
tetapi mereka telah mampu berhitung sampai bilangan yang cukup besar. Yang
mereka catat pada Kuipu yaitu untaian tali yang bersimpul-simpul dan susunan
simpul-simpul itulah yang mengajukan bilangan. Mereka juga telah mengenal
bilangan nol sehingga mereka mampu menghitung sampai melebihi sepuluh ribu.
Di
daerah Mesopotamia, sekitar 4.000 tahun yang lampau, terdapat Sumeria dan
kemudian Babilonia. Sistem berhitung mereka menggunakan bilangan dasar enam
puluh atau seksagesimal. Besar kemungkinan bilangan enam puluh itu berasal dari
kelipatan dia belas sedangkan bilangan dua belas itu sendiri berasal dari
jumlah bulan dalam setahun. Sisa-sisa berhitung secara seksagesimal masih saja
kita temukan sekarang ini dalam besaran derajat sudut dan jam.
Dasar
berhitung di Mesir Kuno menggunakan sistem desimal. Kecuali satuan menit dan
detik, satuan berhitung yang masih belum berdasarkan bilangan desimal kini
berangsur-angsur diubah ke dalam sistem desimal seperti halnya mata uang
Inggris dan Australia, pengukuran dan penimbangan di Inggris dan Amerika Serikat.
Namun sistem berhitung desimal bukanlah sistem satu-satunya yang praktis untuk
dipergunakan. Teknologi telah memilih sistem berhitung sesungguhnya semua
bilangan dapat dipergunakan sebagai dasar berhitung. Pemilihan bergantung
kepada sifat masalah atau alat yang kita pergunakan.
Kebudayaan
di Mesopotamia, dengan Sumaria dan Babilonia berlangsung antara sekitar 7.000
sampai sekitar 4.000 tahun yang lalu. Kebudayaan ini berkembang sesudah Zaman
Batu Muda sehingga bilangan pun telah mereka nyatakan dalam tulisan dengan
tulisan bilangan-bilangan di atas bilangan dasar melalui pengulangan dan
penggabungan bilangan dasar itu. Hal inilah yang menghambat mereka untuk
mengungkapkan bilangan-bilangan yang bernilai besar. Mereka lebih senang
menggunakan perbandingan atau perumpamaan untuk mengungkapkan bilangan yang
besar daripada harus dinyatakan dengan bilangan.
Perbandingan
misalnya dengan kata-kata sebanyak pasir di pantai, setinggi gunung, sepanjang
kaki atau seberat buah kelapa tidak hanya semata-mata berlaku sebagai
perumpamaan. Dengan mudah perbandingan itu dapat dikembangkan dan dipergunakan
sebagai satuan pengukuran dan penimbangan. Melalui gabungan antara pengukuran
dan penimbangan dengan bilangan-bilangan manusia kuno memperluas pengertian
satuan ciptaan ini pun kemudian dapat saja berkembang ke arah satuan-satuan
yang lebih rumit dalam ilmu ukur.
Berhitung
merupakan salah satu kebudayaan manusia kuno atau bahkan paling kuno. Suku
bangsa sungai Murray pada waktu itu sudah dapat membilang dengan dasar dua,
suku dari kepulauan Andaman, dapat membilang dengan bilangan dasar tiga, suku
bangsa di New Hebrides sudah dapat membilang dengan bilangan dasar lima dan
suku bangsa di bagian Barat Selat Torres juga sudah dapat membilang dengan
bilangan dasar dua. Suku bangsa Indian Tamanacus di sungai Orinoco menyatakan
bilangan lima sebagai jari-jari tangan, sepuluh sebagai kedua tangan, lima
belas sebagai seluruh jari-jari kaki, dan dua puluh sebagai satu Indian. Sampai
sekarang, dasar membilang dengan dua puluh juga masih di temukan dalam
masyarakat kita berupa satuan kodi. Berikut ini adalah sistem membilang
beberapa suku bangsa sebelum mereka menggunakan jari-jari tangan.
Tabel-2 : Berhitung dalam beberapa bahasa dari bangsa Suku Kuno dan Negara
Tabel-2 : Berhitung dalam beberapa bahasa dari bangsa Suku Kuno dan Negara
Bilangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pigmy
Afrika a oa ua oa-oa oa-oa-a
oa-oa-oa - - - -
Sungai
Murray enea percheval
petcheval- enea petchevalpetcheval - - -
Kamilaroi
mal bulan guliba
bulan-bulan bulan-guliba guliba-guliba - - - -
Selat
Torres (barat) urapun okosa
okosa-urapun okosa-okosa okosa-okosa-urapun okosa-okosa-okosa - - - -
New
Hebrides tai lua tolu vari luna
(tangan) otai (tangan lain) olua (dua lain) otolu(tiga lain) ovair (empat lain)
lua luna (dua tangan)
Sansekerta
eka dwa tri catur panca sas sapta
asta nawa dasa
cata sehastre
Yunani Kuno en duo tri tetra pente hex hepta octo
ennea deca ecaton xilia myriads
Latin unus duo tres quatuor quinque sex septem octo novem decem centum mille
Di
Negara lain
Peran-cis un deux trios quatre cinq six sept huit neuf dix cent mille
Jerman eins zwei drei vier fűní sechs sieben
acht neun zehn hundert tausend
Rusia odyn dva tri chetyre piat shest sem vosem
deviat desiat sto tysiaca
Jepang ci Ni San Si (yon) Go Roku Sici Haci
Ku Zyu Syaku Sen man
Perkembangan
semacam ini menghasilkan kemampuan berhitung yang cukup tinggi pada bangsa
Sumeria, Babillonia, Mesir Kuno dan bangsa-bangsa Kuno lainnya. Penemuan batu
tertulis dan papyrus mengungkapkan sebagian sejarah berhitung merekalah yang
banyak dibahas dan diuraikan dibandingkan berhitung zaman kuno ditimur yang
ditulis pada bahan yang sudah musnah.
Perkembangan
zaman berhitung tidak sampai hanya dapat berhitung 1 sampai 10. Dengan teknologi
yang canggih berhitung di ciptakan mesin yang dapat digunakan alat berhitung
yang praktik dan mengurangi adanya salah dalam perhitungan. Alat hitung pertama
kali “ALAT HITUNG TRADISIONAL dan KALKULATOR MEKANIKAbacus,” yang muncul sekitar
5000 tahun yang lalu di Asia kecil dan masih digunakan di beberapa tempat
hingga saat ini dapat dianggap sebagai awal mula mesin komputasi. Alat ini
memungkinkan penggunanya untuk melakukan perhitungan menggunakan biji-bijian geser
yang diatur pada sebuah rak. Para pedagang di masa itu menggunakan abacus untuk
menghitung transaksi perdagangan. Seiring dengan munculnya pensil dan kertas,
terutama di Eropa, abacus kehilangan popularitasnya
Setelah
hampir 12 abad, muncul penemuan lain dalam hal mesin komputasi.
Pada tahun 1642, Blaise Pascal (1623-1662), yang pada waktu itu berumur 18 tahun, menemukan apa yang ia sebut sebagai kalkulator roda numerik (numerical wheel calculator) untuk membantu ayahnya melakukan perhitungan pajak. Kotak persegi kuningan ini yang dinamakan Pascaline, menggunakan delapan roda putar bergerigi untuk menjumlahkan bilangan hingga delapan digit. Alat ini merupakan alat penghitung bilangan berbasis sepuluh. Kelemahan alat ini adalah hanya terbatas untuk melakukan penjumlahan
Pada tahun 1642, Blaise Pascal (1623-1662), yang pada waktu itu berumur 18 tahun, menemukan apa yang ia sebut sebagai kalkulator roda numerik (numerical wheel calculator) untuk membantu ayahnya melakukan perhitungan pajak. Kotak persegi kuningan ini yang dinamakan Pascaline, menggunakan delapan roda putar bergerigi untuk menjumlahkan bilangan hingga delapan digit. Alat ini merupakan alat penghitung bilangan berbasis sepuluh. Kelemahan alat ini adalah hanya terbatas untuk melakukan penjumlahan
Tahun
1694, seorang matematikawan dan filsuf Jerman, Gottfred Wilhem von Leibniz
(1646-1716) memperbaiki Pascaline dengan membuat mesin yang dapat mengalikan. Sama
seperti pendahulunya, alat mekanik ini bekerja dengan menggunakan roda-roda
gerigi. Dengan mempelajari catatan dan gambar-gambar yang dibuat oleh Pascal,
Leibniz dapat menyempurnakan alatnya
Barulah
pada tahun 1820, kalkulator mekanik mulai populer. Charles Xavier Thomas de
Colmar menemukan mesin yang dapat melakukan empat fungsi aritmatik dasar.
Kalkulator mekanik Colmar, arithometer, mempresentasikan pendekatan yang lebih
praktis dalam kalkulasi karena alat tersebut dapat melakukan penjumlahan, pengurangan,
perkalian, dan pembagian. Dengan kemampuannya, arithometer banyak dipergunakan
hingga masa Perang Dunia I. Bersama-sama dengan Pascal dan Leibniz, Colmar
membantu membangun era komputasi mekanikal.
Awal
mula komputer yang sebenarnya dibentuk oleh seorang profesor matematika
Inggris, Charles Babbage (1791-1871). Tahun 1812, Babbage memperhatikan
kesesuaian alam antara mesin mekanik dan matematika yaitu mesin mekanik sangat
baik dalam mengerjakan tugas yang sama berulangkali tanpa kesalahan; sedang
matematika membutuhkan repetisi sederhana dari suatu langkah-langkah tertenu.
Masalah tersebut kemudain berkembang hingga menempatkan mesin mekanik sebagai alat untuk menjawab kebutuhan mekanik.
Masalah tersebut kemudain berkembang hingga menempatkan mesin mekanik sebagai alat untuk menjawab kebutuhan mekanik.
Usaha
Babbage yang pertama untuk menjawab masalah ini muncul pada tahun 1822 ketika
ia mengusulkan suatu mesin untuk melakukan perhitungan persamaan differensial. Mesin
tersebut dinamakan Mesin Differensial. Dengan menggunakan tenaga uap, mesin
tersebut dapat menyimpan program dan dapat melakukan kalkulasi serta mencetak
hasilnya secara otomatis.
Setelah
bekerja dengan Mesin Differensial selama sepuluh tahun, Babbage tiba-tiba
terinspirasi untuk memulai membuat komputer general-purpose yang pertama, yang
disebut Analytical Engine. Asisten Babbage, Augusta Ada King (1815-1842)
memiliki peran penting dalam pembuatan mesin ini. Ia membantu merevisi rencana,
mencari pendanaan dari pemerintah Inggris, dan mengkomunikasikan spesifikasi
Analytical Engine kepada publik. Selain itu, pemahaman Augusta yang baik
tentang mesin ini memungkinkannya membuat instruksi untuk dimasukkan ke dalam
mesin dan juga membuatnya menjadi programmer wanita yang pertama. Pada tahun
1980, Departemen Pertahanan Amerika Serikat menamakan sebuah bahasa pemrograman
dengan nama ADA sebagai penghormatan kepadanya
Pada
1889, Herman Hollerith (1860-1929) juga menerapkan prinsip kartu perforasi
untuk melakukan penghitungan. Tugas pertamanya adalah menemukan cara yang lebih
cepat untuk melakukan perhitungan bagi Biro Sensus Amerika Serikat. Sensus
sebelumnya yang dilakukan di tahun 1880 membutuhkan waktu tujuh tahun untuk
menyelesaikan perhitungan. Dengan berkembangnya populasi, Biro tersebut
memperkirakan bahwa dibutuhkan waktu sepuluh tahun untuk menyelesaikan
perhitungan sensus.
Hollerith
menggunakan kartu perforasi untuk memasukkan data sensus yang kemudian diolah
oleh alat tersebut secara mekanik. Sebuah kartu dapat menyimpan hingga 80
variabel. Dengan menggunakan alat tersebut, hasil sensus dapat diselesaikan
dalam waktu enam minggu. Selain memiliki keuntungan dalam bidang kecepatan,
kartu tersebut berfungsi sebagai media penyimpan data. Tingkat kesalahan
perhitungan juga dapat ditekan secara drastis. Hollerith kemudian mengembangkan
alat tersebut dan menjualnya ke masyarakat luas. Ia mendirikan Tabulating
Machine Company pada tahun 1896 yang kemudian menjadi International Business
Machine (1924) setelah mengalami beberapa kali merger. Perusahaan lain seperti
Remington Rand and Burroghs juga memproduksi alat pembaca kartu perforasi untuk
usaha bisnis.
Kartu perforasi digunakan oleh kalangan bisnis dn pemerintahan untuk permrosesan data hingga tahun 1960.
Kartu perforasi digunakan oleh kalangan bisnis dn pemerintahan untuk permrosesan data hingga tahun 1960.
Pada
masa berikutnya, beberapa insinyur membuat penemuan baru lainnya.
Vannevar Bush (18901974) membuat sebuah kalkulator untuk menyelesaikan persamaan differensial di tahun 1931. Mesin tersebut dapat menyelesaikan persamaan differensial kompleks yang selama ini dianggap rumit oleh kalangan akademisi. Mesin tersebut sangat besar dan berat karena ratusan gerigi dan poros yang dibutuhkan untuk melakukan perhitungan.
Vannevar Bush (18901974) membuat sebuah kalkulator untuk menyelesaikan persamaan differensial di tahun 1931. Mesin tersebut dapat menyelesaikan persamaan differensial kompleks yang selama ini dianggap rumit oleh kalangan akademisi. Mesin tersebut sangat besar dan berat karena ratusan gerigi dan poros yang dibutuhkan untuk melakukan perhitungan.
Pada
tahun 1903, John V. Atanasoff dan Clifford Berry mencoba membuat komputer
elektrik yang menerapkan aljabar Boolean pada sirkuit elektrik. Pendekatan ini
didasarkan pada hasil kerja George Boole (1815-1864) berupa sistem biner
aljabar, yang menyatakan bahwa setiap persamaan matematik dapat dinyatakan
sebagai benar atau salah. Dengan mengaplikasikan kondisi benar-salah ke dalam
sirkuit listrik dalam bentuk terhubung-terputus, Atanasoff dan Berry membuat
komputer elektrik pertama di tahun 1940.
Daftar pustaka
http://mathceducation.blogspot.com/search?updated-min=2010-01-01T00:00:00
08:00&updated-max=2011-01-01T00:00:00-08:00&max-results=1