Selasa, 15 Maret 2011

Teori Kesesakan

A. Pengertian Kesesakan

Menurut Altaman (dalam, Prabowo 1998), kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil.

Menurut Baum dan Paulus (dalam, Prabowo 1998) menerangkan terdapat 4 faktor :
a. Karakteristik seting fisik
b. Karakteristik seting sosial
c. Karakteristik personal
d. Kemampuan beradaptasi



Menurut Stokols (dalam, Prabowo 1998) menjelaskan perbadaan antara kesesakan sosial dengan kesesakan bukan sosial yaitu:
a. kesesakan bukan sosial (Nonsocial crowding) yaitu faktor fisik menghasilakan perasaan terhadap ruang yang tidak sebanding, seperti sebuah yang sempit.
b. kesesakan sosial (social crowding) yaitu perasaan sesak mula-mula datang dari kehadiran oranglain yang terlalu banyak.

Stokols juga membedaan antara kesesakan molekuler dan molar yaitu:
a. kesesakan mokelar (moleculer crowding) yaitu perasaan sesak yang menganalisis mengenai individu, kelompok kecil dan kejadian-kejadian interpersonal.
b. kesesakan molar (molar crowding) yaitu perasaan sesak yang dapat dihubungkan dengan skala luas, populasi penduduk kota.

Menurut Ancok (1989) besar kecilnya rumah menentukan besarnya rasio antara penghuni dan tempat (space) yang tersedia. Makin besar rumah dan makin sedikit penghuninya, maka akan semakin besar rasio tersebut. Begitu pula sebaliknya dengan rumah yang makin kecil dan banyak penghuninya akan muncul perasaan sesak.
Menurut Rapoport (dalam, Prabowo 1998) menjelaskan kesesakan adalah suatu evaluasi subjetif dimana besarnya ruang dirasakan tidak mencukupi.

Untuk menerangkan terjadinya kesesakan dapat digunakan tiga model teori, yaitu : Beban Stimulus, Kendala Perilaku, dan Teori Ekologi (Bell dkk, 1978; Holahan, 1982).
1. Model Beban Stimulus, yaitu : kesesakan akan terjadi pada individu yang dikenai terlalu banyak stimulus, sehingga individu tersebut tak mampu lagi memprosesnya.
2. Model Kendala Prilaku, yaitu : menerangkan kesesakan terjadi karena adanya kepadatan sedemikian rupa, sehingga individu merasa terhambat untuk melakukan sesuatu. Hambatan ini mengakibatkan individu tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkannya. Terhadap kondisi tersebut, individu akan melakukan psychological reactance, yaitu suatu bentuk perlawanan terhadap kondisi yang mengancam kebebasan untuk memiliih.
3. Model Teori Ekologi, yaitu : membahas kesesakan dari sudut proses sosial.
Bentuk pschological reactance adalah usaha-usaha untuk mendapatkan lagi kebebasan yang hilang dengan cara mencari lingkungan baru atau dengan menata kembali lingkungan yang menyesakkan. Pembahasan teori ekologi akan membahas kesesakan dari sudut proses sosial.

1. Teori Beban Stimulus

Pendapat teori ini mendasarkan diri pada pandangan bahwa kesesakan akan terbentuk bila stimulus yang diterima individu melebihi kapasitas kognitifnya sehingga timbul kegagalan memproses stimulus atau informasi dari lingkungan. Schmidt dan Keating (1979) mengatakan bahwa stimulus disini dapat berasal dari kehadiran banyak orang beserta aspek-aspek interaksinya, maupun kondisi-kondisi fisik dari lingkungan sekitar yang menyebabkan bertambahnya kepadatan sosial. Berlebihnya informasi dapat terjadi karena beberapa faktor, seperti:

(a) Kondisi lingkungan fisik yang tidak menyenangkan.
(b) Jarak antar individu (dalam arti fisik) yang terlalu dekat.
(c) Suatu percakapan yang tidak dikehendaki.
(d) Terlalu banyak mitra interaksi.
(e) Interaksi yang terjadi dirasa lalu dalam atau terlalu lama.

2. Teori Ekologi

Menurut Micklin (dalam Holahan, 1982) mengemukakan sifat-sifat umum model ekologi pada manusia. Pertama, teori ekologi perilaku memfokuskan pada hubungan timbal balik antara orang dengan lingkungannya. Kedua, unit analisisnya adalah kelompok sosial dan bukan individu, dan organisasi sosial memegang peranan sangat penting. Ketiga, menekankan pada distribusi dan penggunaan sumber-sumber material dan sosial.
Wicker (1976) mengemukakan teorinya tentang manning. Teori ini berdiri atas pandangan bahwa kesesakan tidak dapat dipisahkan dari faktor seting dimana dimana hal itu terjadi, misalnya pertunjukan kethoprak atau pesta ulang tahun.

Analisi terhadap seting meliputi :
1. Maintenance minim, yaitu jumlah minimum manusia yang mendukung suatu seting agar suatu aktivitas dapat berlangsung. Agar pembicaraan menjadi lebih jelas, akan digunakan kasus pada sebuah rumah sebagai contoh suatu seting. Dalam hal ini, yang dinamakan maintenance setting adalah jumlah penghuni penghuni rumah minimum agar suatu ruang tidur ukuran 4 x 3 m bisa dipakai oleh anak-anak supaya tidak terlalu sesak dan tidak terlalu longgar.
2. Capacity, adalah jumlah maksimum penghuni yang dapat ditampung oleh seting tersebut (jumlah orang maksimum yang dapat duduk di ruang tamu bila sedang dilaksanakan hajatan)
3. Applicant, adalah jumlah penghuni yang mengambil bagian dalam suatu seting. Applicant dalam seting rumah dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
• Performer, yaitu jumlah orang yang memegang peran utama, dalam hal ini suami dan isteri.
• Non-performer, yaitu jumlah orang yang terlibat dalam peran-peran sekunder, dalam hal ini anak-anak atau orang lain dalam keluarga.
Besarnya maintenance minim antara performer dan non-performer tidak terlalu sama. Dalam seting tertentu, jumlah performer lebih sedikit daripada jumlah non-performer, dalam seting lain mungkin sebaliknya.

3. Teori Kendala Perilaku

menurut Proshasky dkk (1979) mengemukakan bahwa pengaruh psikologi dari kesesakan yang utama adalah kebebasan memilih individu dalam situasi yang sesak.
Menurut teori ini, suatu situasi akan dianggap sesak apabila kepadatan atau kondisi lain yang berhubungan dengannya membatasi aktivitas individu dalam suatu tempat.



Menurut Altman kondisi kesesakan yang ekstrim akan timbul bila faktor-faktor dibawah ini muncul secara simultan:

1. Kondisi-kondisi pencetus, terdiri dari tiga faktor :
(a) Faktor-faktor situsional, seperti kepadatan ruang yang tinggi dalam jangka waktu yang lama, dengan sumber-sumber pilihan perilaku yang terbatas.
(b) Faktor-faktor personal, seperti kurangnya kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam situasi yang padat dan rendahnya keinginan berinteraksi dengan orang lain yang didasarkan pada latar belakang pribadi, suasana hati, dan sebagainya.
(c) Kondisi interpersonal, sepwerti gangguan sosial, ketidak mampuan memperoleh sumber-sumber kebutuhan, dan gangguan lainnya.

2. Serangkaian faktor-faktor organismik dan psikologis seperti stress, kekacauan pikiran, dan persaan kurang enak badan.

3. Respon-respon pengatasan, yang meliputi beberapa perilaku verbal dan non verbal yang tidak efektif dalam mengurangi stress atau dalam mencapai interaksi yang diinginkan dalam jangka waktu yang panjang atau lama.

Untuk mendapatkan interaksi yang diinginkan menggunakan bermacam-macam mekanisme penyesuaian diri (coping) antara lain verbal, paravebal, non verbal, ruang personal, dan perilaku teritori

Faktor-Faktor yang Mempengaharui Kesesakan

Terdapat tiga faktor yang mempengarui kesesakan yaitu : personal, sosial, dan fisik.

1. Faktor Personal

Terdiri dari kontrol pribadi dan locus of control; budaya, pengalaman, dan proses adaptasi; serta jenis kelamin dan usia.

a. Kontrol pribadi dan locus of control
Menurut gifford (1987) individu yang mempunyai locus control internal, yaitu kecendrungna individu untuk mempercayai atau tidak mempercayai bahwa keadaan yang belum ada di dalam dirinya yang berpengaruh terhadap kehidupan, dapat mengendalikan kesesakan yang lebih baik daripada individu yang mempunyai locus of control eksternal
b. Budaya, pengalaman dan proses
Menurut sundstrom (dalam ,) mengatakan bahwa pengalaman pribadi dalam kondisi padat dimana kesesakan terjadi dapat mempengaruhi tingkat toleransi individu terhadap stres akibat kesesakan yang dialami.
c. Jenis kelamin dan usia
Menurut altman dkk penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa pria pengalaman akan kesesakan ini lebih terlihat dibandingkan wanita kerena wanita lebih menunjukkan sikap-sikap reaktip terhadap kondisi seperti sikap yang lebih agresif, kompetitif dan negatif dalam berinteraksi dengna oranglain.

2. Faktor Sosial

Menurut Gifford (1987) secara personal individu dapat mengalami lebih banyak lebih sedikit mengalami kesesakan cenderung dipengaharui oleh karakteristik yang sudah dimiliki, tetapi di lain pihak pengaruh orang lain dalam lingkungan dapat juga memperburuk kedaan akibat kesesakan. Faktor-faktor sosial yang berpengaruh tersebut adalah :

(a) Kehadiran dan perilaku orang lain.
(b) Formasi koalisi.
(c) Kualitas hubungan.
(d) Informasi yang tersedia.

3. Faktor Fisik

Altman (1975), Bell dkk (1978), Gove dah Hughes(1983) mengemukakan adanya faktor situasional sekitar rumah sebagai faktor yang juga mempengaharui kesesakkan. Stessor yang menyertai faktor situasional tersebut seperti suara gaduh, panas, polusi, sifat lingkungan, tipe suasana, dan karakteristik seting. Faktor situasional tersebut antara lain :

(a) Besarnya skala lingkungan.
(b) Variasi arsitektural.


3. Pengaruh pada Kesesakan
Faktor sosial yang mempengaruhi rasa kesesakan adalah kualitas relasi di antara orang-orang yang harus berbagi ruang tersebut. Kesesakan akan semakin terasa apabila kerumunan orang yang berada di sekitar kita tidak kita kenal. Karena itu, kesesakan yang dirasakan terkait dengan harapan seseorang atau relasi terhadap orang lain di sekitarnya.
Kesesakan juga dipengaruhi oleh jumlah dan tipe informasi yang diperoleh seseorang sebelum atau selama mengalami kepadatan tinggi. Mereka yang tidak menerima informasi sama sekali atau mendapat pesan mengenai reaksi emosional.
Tatanan ruang di dalam bangunan atau pun di luar bangunan juga mempengaruhi kesesakan. Sebuah asrama yang memiliki lorong panjang, menimbulkan kesesakan dan stres bagi penghuni dibandingkan lorong yang pendek. Tinggal di hunian bertingkat banyak menimbulkan kesesakan yang lebih besar dibandingkan dengan di hunian bertingkat rendah. Penghuni yang tinggal di lantai yang lebih tinggi tidak terlalu merasa sesak dibandingkan dengan yang tinggal di lantai bawah (Schiffenbauer, 1979). Hal ini mungkin terjadi karena lebih sedikit tamu yang menuju ke aras atau karena pemandangan dari jendela lantai atas lebih luas dan lebih terang.


4. Dampak Kepadatan pada Manusia
Pengaruh personal, sosial dan fisik dapat menyebabkan seseorang merasa sesak. Kepadatan tinggi tidak hanya menyebabkan seseorang merasa sesak, tetapi juaga menyebabkan dampak sebagai berikut.
a. Dampak penyakit dan patologi sosial atau penyakit kejiwaan. Meskipun tidak selalu kepadatan tinggi berarti meningkatnya patologi sosial.
b. Dampak pada tingkah laku sosial, yaitu agresi, menarik diri dari lingkungan sosial, cenderung melihat sisi negatif orang lain.
c. Dampak pada hasil usaha dan suasana hati. Hasil usaha yang menurun dan suasana hati yang cenderung murung.
Konsekuensi lain dari kepadatan tinggi adalah persepsi bahwa kontrol seseorang menjadi rendah karena kita harus berbagi sumber dan mengambil keputusan bersama dengan lebih banyak orang jika kepadatan meningkat.



(Sumber: ARSITEKTUR dan PERILAKU MANUSIA, karya Joyce Marcella Laurens)
prabowo, H .1998. Pengantar Psikologi Lingkungan. Jakarta: Gunadarma.

1 komentar: