Selasa, 26 Oktober 2010

PENDEKATAN TERHADAP STUDI TENTANG KELOMPOK

PENDEKATAN TERHADAP STUDI TENTANG KELOMPOK

A. Pendekatan Terhadap Studi Tentang Kelompok
1. Teori Sintalitas Kelompok (Catell, 1948, 1951)
Penelitian awal dalam rangka pengkajian sintalitas kelompok-kelompok kecil (Cattel dan wispe, 1948: Cattel, saunders, dan stice, 1953) telah menghasilkan deskripsi sejumlah faktor yang diberi label seperti keterbukaan (ekstrovert responsiveness) versus penarikan diri (withdrawal): sifat santai yang sadar dan realistik (informed, realistic, relaxedness) versus sifat aggresif yang keras dan tegar (industrios, rigid aggresiveness): kesadaran akan tujuan ynag kuatdan pasti (vigorious unquestioned purposefulness) versus kekacauan yang penuh kesadaran diri (self-conscious unadaptedness) ketidakbenaran dalam komunikasi batin (diffidence in internal communication) dan sebagainya. Dengan adanya variabel – variabel sintalitas kelompok seperti ini dan tersedianya sarana untuk mengukur secara objektif, terbukalah kemungkinan untuk menyelidiki hubungan – hubungan antara kelompok – kelompok yang berlainan satu sama lain dalam hal dimensi – dimensi dan kepribadian individual anggotanya yang ditunjukan oleh sifat – sifat sumber sebagaimana telah kita bicarakan. (buku : teori sifat-sifat behavioristik)
Sintalitas : kepribadian → kebersamaan, dinamika, temperamen dan kemampuan kelompok
Dimensi kelompok :
Cattel menyatakan bahwa kita dapat menggunakan dimensi-dimensi objektif untuk melukiskan kelompok-kelompok persis sama seperti cara kita mengunakan sifat-sifat untuk melukiskan individu-individu. Dimensi-dimensi ini mencerminkan sintalitas kelompok (Cattel, 1948) yang setara dengan kepribadian individu. Jadi, tugas penting orang yang ingin mempelajari kepribadian dalam hubungannya dengan matriks sosio-kultural adalh membuat deskripsi tentang sintalitas berbagai kelompok mempengaruhi kepribadian individu. Hanya dengan penyajian yang memadai tentang kepribadian individu dan sintalitas kelompok bersama-sama, seorang boleh berharap akan mencapai pengetahuan terinci tentang interaksi antara kedua struktur ini. (buku : teori sifat-sifat behavioristik)
a. sifat-sifat sintalitas → pengaruh adanya kelompok sebagai keseluruhan
terhadap kelompok lain dan lingkungannya
b. sifat-sifat struktur kelompok → hubungan antara anggota kelompok,
perilaku kelompok, pola organisasi kelompok
c. sifat-sifat populasi → sifat rata-rata anggota kelompok
(artikel : Klara Innata Arishanti, S.Psi)
Dinamika Sintalitas :
Cattell ( 1949 ) juga telah menyajikan seperangkat dimensi untuk melukiskan sintalitas bangsa – bangsa. Dalam hal ini, 10 faktor berhasil ditemukan, dari penelitian terhadap 70 bangsa dengan menggunakan 72 alat ukur yang berbeda – beda. Dari 10 faktor ini hanya 8 yang agaknya cukup penting, yakni besarnya, tekanan kultural, kemakmuran yang bebas dari kebodohan, ketekunan yang penuh pengertian, ketertiban dan disiplin diri, filistinisme – borjuis, buddhisme-mongolis, dan integrasi kultural serta semangat juang. Meskipun tidak semua, tetapi banyak dari antara dimensi sintalitas kebangsaan ini muncul kembali dalam penelitian – penelitian analisis faktor berikutnya tentang variabel – variabel ekonomi dan kultural baik di dalam masing – masing maupun antar bangsa – bangsa ( cattell dan adelson, 1951 ; Cattell, 1953; Cattell dan Gorsuch, 1956). (buku : teori sifat-sifat behavioristik)
- eksistensi kelompok tergantung pada kebutuhan individu anggotanya
- kelompok-kelompok biasanya saling overlapping (artikel : Klara Innata Arishanti, S.Psi)
2. Teori Prestasi / Produktivitas Kelompok (Stogdill,
1956)
Kepemimpinan adalah proses memengaruhi kegiatan kelompok yang dioraganisasi menuju kepada penentuan dan pencapaian tujuan (Ralp M.Stogdill)
Dalam kaitannya dengan dinamika kelompok terdapat 4 (empat) tahapan pertumbuhan kelompok, yaitu: (1) tahap pembentukan rasa kekompakan; (2) tahap pancaroba; (3) tahap pembentukan norma, dan; (4) tahap berprestasi. Tahap pembentukan rasa kekompakan akan menghasilkan dua kondisi psikologis, yaitu saling mengenal secara pribadi di antara anggota kelompok dan menghilangkan kebekuan/kekakuan dalam interaksi antarindividu. Situasi tersebut akan menghasilkan kelompok yang kompak. Sedang tahap pancaroba setiap anggota diharapkan dapat menyatakan perasaannya dengan demikian semua anggota kelompok merasa menjadi satu kesatuan yang utuh. Pada tahap pembentukan norma, diharapkan terbentuk norma kelompok yang disepakati bersama untuk dijadikan pedoman berperilaku kelompok sehingga terbentuk kelompok yang sinergis. Pada tahap berprestasi merupakan situasi yang kelompoknya dapat mencapai tingkat produktivitas yang tinggi
• (Munir, B. (2001). Dinamika Kelompok, Penerapan dalam Laboratorium Ilmu Perilaku. Palembang: Universitas Sriwijaya. )
• (Yusuf. Y. (1989). Dinamika Kelompok, Kerangka Studi dalam Perspektif Psikologi Sosial. Bandung: C.V. Armico. )

Dikembangkan dari 3 teori yang berbeda orientasi :
a. orientasi penguat → teori-teori tentang belajar
b. orientasi lapangan → teori-teori tentang interaksi
c. orientasi kognitif → teori-teori tentang harapan
(artikel : Klara Innata Arishanti, S.Psi)
3. Perbandingan kelompok
Kelompok sosial bukan merupakan kelompok statis. Kelompok sosial selalu berubah, berkembang atau tumbuh karena pengaruh dari luar, yang mengakibatkan terjadinya proses formasi dan reformasi dari pola-pola di dalam kelompok tersebut. Berubahnya struktur kelompok dapat terjadi karena perubahan situasi, pergantian anggota kelompok dan perubahan yang terjadi dalam situasi sosial dan ekonomi. Di dalam setiap sistem sosial dapat diidentifikasi adanya 3 (tiga) subsistem, yaitu subsistem teknologi, subsistem struktur dan subsistem tata nilai. Kategori ketiga subsistem tersebut dilandasi oleh kategori perilaku manusia, yaitu kelompok perilaku yang berhubungan dengan upaya untuk mencapai tujuan bersama dan kelompok perilaku yang berhubungan dengan kriteria manfaat atau kegunaan segala objek atau subjek perilaku. Stogdill berkeyakinan bahwa prestasi kelompok dapat dicapai dengan bentuk-bentuk linear yang diajukan secara berurutan, yaitu masukan (input), penengah/media (throughput) dan hasil (output). Input, throughput dan output merupakan komponen-komponen kelompok dalam proses pertumbuhan atau perkembangan kelompok. Model Stogdill memperlihatkan hubungan antara komponen-komponen penting, yaitu individu sebagai anggota kelompok (individual group members), lingkungan tugas (task environment), proses integrasi (integrative processes), pencapaian dan pengembangan (achievement and development), dan perubahan dalam anggota kelompok (changes in group members). Dimensi penengah (throughput) adalah komponen proses integrasi. Dimensi hasil (output) terdiri dari komponen pencapaian dan pengembangan serta perubahan dalam anggota kelompok.
• (Munir, B. (2001). Dinamika Kelompok, Penerapan dalam Laboratorium Ilmu Perilaku. Palembang: Universitas Sriwijaya. )
• (Yusuf. Y. (1989). Dinamika Kelompok, Kerangka Studi dalam Perspektif Psikologi Sosial. Bandung: C.V. Armico. )

Teori yang dikembangkan dewasa ini memberikan petunjuk tentang adanya lima teknik yang dapat digunakan oleh seorang pemimpin selaku mediator dalam menangani konflik yang timbul. Teknik-teknik tersebut diantaranya adalah:
a. kompetisis
b. kolaborasi
c. kompromi
d. pengelakan
e. akomodasi

Kompetisi. Persaingan yang sehat antar individu dalam kelompok kerja dan antar kelompok dapat merupakan daya yang kuat untuk meninbgkatkan prestasi kerja, produktivitas dan inovasi. Hanya saja, perlu ditekankan bahwa satu-satunya alasan untuk mendoronng persaingan itu adalah kepentingan organisasi bukan kepentingan individual atau kelompok.

Kolaborasi. Peranan seorang pemimpin selaku mediator dalam mengatasi konflik dengan mendorong kolaborasi antar individu atau antar kelompok dalam organisasi ternyata bermanfaat dan efektif apabila situasi yang dihadapi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- situasi yang dihadapi memerlukan ditemukannya jalan keluar yang integratif dalam hal terdapatnya dua kepentingan yang terlalu penting untuk dikompromikan;
- apabila sasaran yang ingin dicapai adalah menumbuhkan keinginan belajar diantara pihak-pihak yang terlibat;
- apabila konflik yang dihadapi menuntut penggabungan dari berbagai pandangan yang bertolak dari perspektif yang berbeda.
- situasi menntut adanya komitmen berbagai pihak dengan menginkorporasikan berbagai kepentingan menjadi kebersamaan.
- apabila hubungan kerja terganggu karena adanya persepsi yang berbeda-beda
Pengelakan. Teknik lain yang biasa digunakan adalah pengelakan. Teknik ini dipandang efektif apabila situasi konflik yang dihadapi mempunya tujuh sifat sebagai berikut:
- apabila diketahui bahwa permasalahan yang menimbulkan situasi konflik sesungguhnya tidak penting atau kalau dipandang ada paermasalahan lain yang dianggp lebih penting dan memerlukan penanganan segera;
- apabila pimpinan merasa bahwa pihak-pihak yang terlihat berpendapat bahawa kecil kemungkinan terjaminnya kepentingan mereka ;
- apabila disrupsi yang muncul lebih besar bobotnya daripada keuntungan yang mungkin diperoleh apabila konflik tidak diatasi
- apabila pihak-pihak yang terlibat memerlukan waktu untuk menenangkan diri dan perlu kesempatan berpikir dengan tenang guna memperoleh perspektif yang tepat;
- apabial kebutuhan akan informasi tambahan lebih penting dari adanya tindakan segera;
- apabila ada orang lain yang dapat menyelesaikan konflik itu dengan cara yang lebih efektif di luar pihak-pihak yang sekarang terlibat;
- apabila suatu konflik nampaknya hanya bersifat simptomatik dan konflik yang sesungguhnya belum menampakkan diri secara jelas.
Akomodasi. Teknik ini mendorong timbulnya sikap yang akomodatif diantara pihak-pihak yang terlibat dalam situasi konflik tertentu dan dipandang tepat digunakan apabila:
- pemimpin selaku mediator melihat bahwa salah satu pihak merasa salah dan perlu diberikan kesempatan untuk mendengar dan belajar dari piihak lain;
- terdapat perasaan dikalangan pihak-pihak yang terlibat bahwa ada hal-hal tertentu yang dipandang lebih penting bagi pihak lain ketimbang pihak sendiri yang berarti bahwa mendahulukan kepuasan pihak lain itu harus menjadi pertimbangan utama;
- membina iklim yang memungkinkan pihak lain menerima pandangan pihak sendiri jauh lebih penting dari tindakan segera;
- terdapat perasaan bahwa sangat penting memperkecil kerugian bagi diri sendiri karena ternyata pihak lain lebih kuat;
- keserasian dan stabilitas dipandang sangat bagi kehidupan organisasional;
- pimpinan merasa perlu memberikan kesempatan kepada para bawahan untuk belajar dari pengalaman dan kesalahan yang diperbuatnya yang menimbulkan situasi konflik tersebut.
Kompromi. Seorang pemimpin, alam usahanya mengatasi situasi konflik yang timbul di antara para anggotanya, dapat menggunakan teknik yang mendorong sikap yang kompromistik. Sebagaimana halnya dengan teknik-teknik lain yang dapat digunakan dalam menghadapi berbagai situasi konflik, ketepatan teknik ini pun sangat tergantung pada sifat situasi konflik yang dihadapi. Menurut teori, teknik ini tepat digunakan apabila situasi konflik yang hendak diatasi mempunyai lima sifat, yaitu:
- pencapaian sasaran tertentu memang penting akan tetapi tidak sedemikian pentingnya sehingga sikap yang tegas dan keras diperlukan;
- apabila pihak “lawan” dengan kekuatan yang sama dengan kekuatan yang dimiliki oleh pihak sendiri sudah terikat pada tujuan tertentu yang sifatnya “mutually exclusive” dengan tujuan-tujuan lainnya;
- apabila pemecahan yang ingin dicapai bersifat sementara terhadap permasalahan yang sesungguhnya kompelks karena pemecahan tuntas terhadap permasalahan yang kompleks itu diperhitungkan justru akan mempertajam konflik yang telah ada;
- apabila pemecahan harus ditemukan dengan segera sehingga asal saja pemecahan itu memadai, pihak-pihak yang berkepentingan dapat menerimanya;
apabila yang diperlukan adalah tindakan pengamanan mungkin bersifat sementara karena cara lain seperti kolaborasi atau kompetisi tidak mendatangkan hasil yang diharapkan
2. Pendekatan Empiris
Darwin Cartwright dan Alvin Zander, dengan mengikhtisarkan hasil penemuan study-study yang dilakukan di research center for group dynamic mengemukakan,bahwa tujuan kelompok dapat dikelompokan dalam dua kategori :
1. Pencapaian tujuan khusus kelompok
2. Pemeliharaan atau penguatan kelompok itu sendiri
Menurut Cartwright dan Zander, jenis perilaku yang tercakup dalam pencapaian tujuan digambarkan melalui contoh-contoh ini : Manajer “mengawali tindakan,mengusahakan agar anggota tetp memusatkan perhatian pada tujuan, menjelaskan issue dan menyusun rencana prosedur”.
Sebaliknya, karakteristik perilaku yang membina kelompok adalah : Manajer “berusaha membina hubungan antar pribadi yang menyenangkan, menengahi pertikaian, memberikan dorongan, member kesempatan pada minoritas untuk didengar dan meningkatkan saling ketergantungan diantara anggota.
Pencapaian tujuan tampaknya sejalan dengan konsep tugas yang dibicarakan sebelumnya (orientasi autokratis dan produksi), sedangkan pembinaan kelompok sejalan dengan konsep hubungan (orientasi demokratis dan pegawai).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar