Sayangnya, orang tua serina salah menduga lagi anaknya umur dua tahun yang lagi senang-senangnya bergrak dan sulit duduk diam, divonis “hiperaktif”. Padahal cirri-ciri hiperaktif bary terdeteksi setelah anak setidaknya berusia 4 tahun atau usia awal sekolah.
Apa yang dilakukan tidak satupun diselesaikan. Anak cepat sekali beralih lainya. Kadang perkembangan motorik dan bahasanya juga terlambat. Ia mudah terangsang, perhatian gampang teralih, tak pernah frustasi, dan kurang dapat mengontrol diri. Yang terakhir ini lantaran mudahnya ia terangsang, disamping memang implusif. Tentunya harus segera di penuhi. Suasana hatinya amat labil. Beberapa menit terlihat gembira, mendadak marah-marah dan ngambek.
Cirri lainnya ia tak mampu mengontrol gerakan. Duduk tak tenang bergoyang-goyang atau merosot hingga terjatuh ditempat duduk. Seperti ia tak kenal lalah, seakan-akan energinya bersumber dari mesin. Kalau anak lain diam karna capek sehabis berlari, ia paling Cuma minum bergerak lagi.
Mulutnya tak pernah diam, terus berkicau. Ia tak sabar menunggu giliran, sehingga senang menyerobot, dan berbicara terburu-buru. Daya kosentrasinya rendah dan seolah-olah tidak mau mendengarkan perkataan orang tua. Malahan matanya seperti tidak memperhatikan lawan bicaranya.
Kalaupun ciri-ciri diatas ada pada anak, sebaiknya jangan dulu terburu-buru memvonis dia hiperaktif. Amati perkembangannya dan bandingkan dengan anak-anak sebayanya. Adaikan saja 6 bulan dia masih menunjukkkan tanda-tanda itu, baru berkonsultasi dengan psikologi anak. Jangan didiamkan karena bisa berlanjut hingga dewasa. Bisa-bisa ia dapat menemukan masalah dalam pekerjaannya, gara-gara cepat bosan, jenuh, pencemas, tidak pernah menyelesaikan tugas dan antisocial.
By : Femi olivia
(buku : Kumpulan Artikel Psikologi Anak)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar