Terapi music juga dapat digunakan untuk mengoptimalkan kemampuan dan potensi para tuna grahita, yaitu mereka yang mengalami keterbelakangan mental/Down syndrome (ketegori feeble minded/ringan dengan IQ 50-77), gangguan emosi ringan, keterlambatan bicara, autisme, kekakuan otot ringan (cerebral plasy), hydrocephaly, dan asperger.
Menurut sebuah kisah nyata yang terjadi di AS, seorang anak kecil bernama leslie yang semula diperkirakan akan meninggal karena tuna grahita dan cacat fisik lain, bisa diselamatkan oleh perawatan yang rajin memainkan piano terbaring. Akibat terekspos permaianan piano secara intensif, Leslie bukan saja bisa bangkit dari tidurnya sendiri, ia bahkan bisa memainkan lagu yang biasa dimainkan perawatannya.
Leslie kemudian dianalisis dan diyakini telah mendengar music dengan konsentrasi penuh. Karena setiap hari mendengarkan music, seperti halnya computer, otaknya menyimpan setiap komposisi yang masuk telinganya. Akhirnya, ia mampu memainkan kembali music-musik yang selalu datang padanya.
Beberapa sekolah musik, salah satunya Kawai Musik School di Jakarta, telah menyelenggaran kursus music untuk anak-anak yang kurang beruntung ini. Melalui program intervensi khusus yang didukung oleh pakar terapi music, guru music, musisi, neurology, psikolog serta kondisi okter ahli gizi medic anak-anak dengan kondisi handcapped ini mampu berkembang menjadi pribadi mandiri, bahkan mampu berkarya melalui keterampilan khusus di bidang music.
By : santi hartono (kumpulan artikel psikologi anak)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar